Archive for 2016
Anak-anak bukan milikmu
Mereka
putra-putri kehidupan
Yang
rindu pada dirinya
Kau
bisa berikan kasih sayangmu
Tapi
tidak pikiranmu...
Begitulah Kahlil Gibran, penyair asal Libanon berbicara soal hakekat
kemanusiaan. Syair diatas dikutip dari buku kecil, The Prophet, Gibran’s master piece, 1976 yang telah diterjemahkan
dalam lebih dari 20 bahasa. Syair Kahlil Gibran tentang anak tersebut memang
indah dan bermakna dalam. Kita dapat menangkap bahwa esensialnya anak itu adalah
milik dirinya sendiri. Para orangtua dan masyarakat secara umum hanyalah berkewajiban
membesarkan dan mendidik. Ibu berkewajiban memberikan cinta hatinya tetapi
pikiran anak itu adalah hak dirinya sendiri sepenuhnya. Orangtua dalam
membesarkan dan mendidik dapat dengan cara memberikan pengetahuan dan isi-isi
untuk bahan pemikiran anak itu; tetapi tidak sampai membuat pikiran-pikiran
orangtua adalah harus sepenuhnya menjadi pikiran anak juga. Dari sinilah
kemudian terjadi ’kekisruhan budaya’ (meminjam istilah Emha Ainun Nadjib)
hubungan antara anak dan orangtua. Dalam banyak kejadian sering orang-orangtua
kita bukan sekedar memberikan alternatif tetapi menganggap bahwa apa yang
diberikan kepada anak adalah satu-satunya yang terbaik, tidak ada alternatif lain.
Ajaran orangtua sepenuhnya harus dianut, dipatuhi dan orangtua bisa
sakit-sakitan dan bersedih hati jika sang anak tidak mengikuti pikirannya. Dalam
hal ini, seringkali orangtua menjadi tiran bagi anaknya. Orangtua menerapkan
konsep pikirannya pada anaknya. Orangtualah yang mengarahkan dan menentukan
jalan hidup dan masa depan anaknya. Orangtualah yang memilihkan cita-citanya,
profesi, bahkan sampai hal yang paling privacy mengenai pilihan suami atau
istri misalnya. Anak-anak sering dianggap sepenuhnya adalah milik orangtua yang
tidak memiliki dunia sendiri. Bagaimana kemudian kita melihat anak-anak yang
sebetulnya cerdas menjadi kurang bertumbuh bahkan teramat kerdil karena
kebanyakan orangtua punya kecenderungan untuk terlalu mengatur mereka, terlalu
menentukan, terlalu menyutradarai, terlalu mengarahkan, terlalu banyak
memerintah dan melarang yang pada akhirnya membuat nafas kemerdekaan anak-anak
menjadi tersengal-sengal.
Kreativitas yang Terpasung
Kreativitas memerlukan kemerdekaan. Kemerdekaan disini bukanlah kebebasan
yang sebebas-bebasnya. Tentu saja yang dimaksud adalah kemerdekaan dalam
konteks kodrati manusia. Ketika orangtua memberi pandangan. Sang anak berhak
sepenuhnya untuk menerima atau menolak pandangan tersebut. Perlu ada kebiasaan
untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk menentukan sendiri pilihannya,
arah dari pilihan tersebut serta resiko apapun yang bakal terjadi dari pilihan
tersebut. Persoalannya, anak kurang dididik untuk mengungkapkan dan mengenali
dirinya. Anak lebih banyak dikendalikan daripada dimerdekakan. Sebab
kemerdekaan itu besar resikonya dan dibutuhkan kesediaan untuk
mungkin’diberontak’ oleh anaknya. Salah satu buktinya, polling yang pernah
dilakukan oleh salah satu media tentang keinginan orangtua terhadap anaknya,
hampir 70 % orangtua menginginkan anaknya rajin, sopan dan patuh dan hanya
segelintir orangtua yang menginginkan anaknya cerdas dan kreatif.
Anak-anak (di) Sekolah, The Lost
Generation
Faktor penentu selanjutnya
anak-anak kehilangan kreativitas dan
dunianya adalah pendidikan formal dalam hal ini sekolah ataupun universitas. Sekolah yang idealnya menawarkan
kegembiraan dan dunia petualangan yang bikin penasaran dalam banyak hal tidak
lebih baik dari pola pendidikan orangtua kebanyakan. Di sekolah para anak didik
terlalu disetting dan diformat sesuai dengan kehendak dan keinginan sekolah.
Ketika memasuki halaman sekolah, anak-anak sebagai individu hilang secara
autentik. Yang ada adalah penyeragaman yang menepis kekhasan manusia sebagai
makhluk unik yang tak bisa dibandingkan dengan manusia lain diluar dirinya. Anak didik hanya memainkan peran pembantu,
sebab guru adalah aktornya, pelajar hanya akan menjadi pelengkap penderita yang
lebih diperlakukan sebagai obyek ketimbang subyek. Proses pendidikan semacam
ini menurut Chaedar Alwasih (1993;23) hanya berfungsi untuk ‘membunuh’
kreativitas siswa, karena lebih mengedepankan verbalisme. Verbalisme merupakaan
suatu asas pendidikan yang menekankan hapalan bukannya pemahaman, mengedepankan
formulasi daripada substansi, parahnya lebih menyukai keseragaman bukannya
kemandirian serta hura-hura klasikal bukannya petualangan intelektual. Model
pendidikan demikian oleh Paulo Freire dikritik sebagai banking education, hubungan antara guru dengan murid sangat hirearkis
dan bersifat vertikal; bahwa guru bicara, menjelaskan dan memberi contoh
sementara murid menjadi pendengar saja.
Tidak banyak yang sadar bahwa dengan model pendidikan yang menjadikan murid
semata-mata sebagai obyek
adalah bentuk kekerasan dan pelanggaran terhadap anak. Pendidikan gaya bank
menghalalkan dipakainya kekerasan untuk menertibkan dan mengendalikan para
murid. Murid dibelenggu dan ditekan untuk mematuhi apapun perintah dan anjuran
pendidik. Kesadaran individu dikikis habis dan mengggantinya dengan kesadaran
kolektif yang seragam. Efeknya memunculkan kepribadian yang mekanik, mirip
dengan benda mati yang kehilangan kebugaran dan kreativitas. Dari sinilah
proses pembinatangan (bahasa halusnya: dehumanisasi) terjadi.
Kita dapat saksikan bagaimana nasib anak-anak yang sekarang waktu yang
seharusnya diisi dengan permainan dan kegembiraan ditelan untuk belajar,
menghapal, memahami dan mengerti berbagai paket pengetahuan, dari pagi hinga
sore mirip pekerja pabrik menghabiskan waktunya di ruang kelas untuk menelan
pelajaran yang dalam banyak hal tidak menyenangkan. Seorang peneliti pendidikan
menulis di harian Kompas (17 /8/2003)
menurut temuannya rata-rata setiap murid SD kelas 3 sampai kelas 6 dalam setiap
kuartal mempelajari sejumlah buku yang ketika ditimbang beratnya 43 kilogram,
melebihi berat badan murid SD sendiri. Beban pelajaran ini kemudian diteskan
lewat serangkaian ujian yang hasilnya kemudian dimuat dalam rapor yang
penilaiannya berupa angka atau huruf. Parahnya, nilai kemanusiaan anak itupun
direlevankan dengan nilai raport, semakin tinggi nilai raport maka akan semakin
naik pula kemuliaan dan harga diri anak didik, orangtua dan gurunya. Korban
dari sistem ini adalah eksistensi individu yang pada dasarnya memiliki
kebebasan. Proses pendidikan yang
seharusnya, sebagaimana makna sejatinya yakni menggiring keluar atau
membebaskan potensi kemanusiaan yang ada dalam diri setiap individu belumlah
terwujud. Yang ada justru pendidikan yang hanya menghasilkan airmata
(Shindunata,2000).
Kesimpulan
Kutipan dari Ghibran diatas, mengajak para orangtua dan para pendidik
secara umum untuk mengubah pandangan mereka tentang anak. Anak adalah
putra-putri kehidupan para pemilik masa depan. Mereka harus dipersiapkan dengan
dikasihi dan dididik menjadi diri mereka sendiri agar tumbuh dewasa dan
mandiri. Anak-anak mesti dibiasakan sejak dini dari hidupnya untuk selalu
belajar kepada siapa dan dimana saja, mencari dan menemukan. Agar ia bisa
memilih dirinya, bisa menentukan ungkapan pribadinya, agar tidak lagi
mengatakan, “Inilah dada bapakku” tetapi secara tegas berani mengatakan”Inilah
dadaku!”, begitu seharusnya seorang anak, kata Imam Ali As.
Seperti yang dipertanyakan juga oleh Emha Ainun Nadjib, dunia anak-anak itu
ada mengapa kita tiadakan?
Ismail Amin, sementara menetap di Qom.
Taufik Ismail, sastrawan dan
Budayawan besar yang dimiliki bangsa ini ternyata tidak cukup hanya dengan malu
sebagai seorang Indonesia, namun juga telah mengambil kesimpulan bangsa ini
sudah diambang kehancuran. Pernyataan inipun dipertegas oleh beberapa
intelektual, sastrawan, budayawan serta yang mengaku sebagai pejuang demokrasi.
Ceramah-ceramah di mimbar dan halaman-halaman koran mengutip makian dan kutukan
mereka.
Data-datapun dipaparkan; jumlah resmi orang miskin 39,5 juta jiwa.
Angka yang fantastis untuk sebuah negara yang telah merdeka 62 tahun lebih.
DiAsia Tenggara indeks pembangunan manusia Indonesiamenempati posisi ke-7 di
bawah Vietnam. Negara kitapun masuk Guines Book of Record karena menjadi negara
perusak hutan tercepat di dunia. Walaupun telah gundul, masih saja terjadi
penebangan liar yang merugikan negara sekitar USD 2 Miliar. Dengan seringnya
terjadi kecelakaan transportasi beruntun dinegara kita, pemerintah AS
mengeluarkan anjuran kepada warganya untuk tidak bepergian menggunakan maskapai
penerbangan Indonesia. Indonesia duduk di ranking 143 dari 179 negara di dunia
menurut Transparency International (IT) 2007 dengan Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) 2,3. Dengan indeks ini Indonesia sejajar dengan Gabia dan Togo dan kalah
bahkan oleh Timor Leste.
Pemerintah kitapun terengah-engah untuk menjaga sebuah
kedaulatan, Malaysia tidak hanya berani merebut dua pulau Indonesia namun juga
mengklaim Lagu "Rasa Sayange" dan alat musik angklung sebagai milik
mereka. Media-media cetak melansir berita, "Kita ini sudah miskin, otak
ngeres pula". Dengan paparan data, Indonesia pengakses situs porno ranking
ke-7 dunia.4.200.000 situs porno di dunia, 100.000 diantaranya situs porno
Indonesia. 80% anak-anak 9-12 tahun terpapar pornografi. 40% anak-anak kita
yang lebih dewasa sudah melakukan hubungan seks pranikah. Dan setiap hari kita
baca kasus siswa SMP/SMA memperkosa anak SD satu-satu atau ramai-ramai. Kitapun
bahkan pernah dikejutkan dengan data 97,05 % mahasiswi sebua hkota besar telah
kehilangan keperawanannya. Salahkah menyajikan data dan fakta ini?.
Tentu saja
tidak. Sebab kenyataan harus selalu dikabarkan. Namun bagi saya adalah
kesalahan kalau hanya sekedar mengutuk dan mencecerkan aib sendiri lalu
kemudian pesimis dan tidak berbuat apa-apa. Bahkan saya melihat ada
kecenderungan untuk diakui sebagai pakar ataupun aktivis harus lebih dulu
berani menyematkan stigma-stigma buruk pada bangsa kita ini. Kalau orang asing
menghina kita sebagai bangsa yang terbelakang dan bodoh, maka kita harus
mengamini dan memaparkan bukti bahwa bangsa kita memang terbelakang. Tidak bisa
kita pungkiri, kenyataan menyedihkan ini kita temukan dalam dunia intelektual
kita. Untuk disebut intelektual, sastrawan, budayawan dan pakar yang kritis
harus berani mencari aib bangsa sendiri untuk dibeberkan kepada orang asing.
Apa ini namanya kalau bukan pengkhianatan?.
Tidakkah kita melihat ada
tujuan-tujuan politis dibalik stigma-stigma buruk yang disematkan negara lain
pada bangsa kita?. Tidak sedikit negara yang lebih tertinggal dari Indonesia
namun masih bisa membusungkan dada dan disegani di dunia internasional karena
mereka punya harga diri dan berusaha menjaganya. Ketika diberi stigma buruk,
mereka justru melakukan usaha untuk menepis stigma itu.
Prestasi Anak Bangsa dan Penyikapan Kita
Tampak ada kecenderungan masyarakat kita lebih tertarik mengkonsumsi
berita-berita pelajar yang terlibat tawuran dan yang berani tampil bugil
dibanding prestasi-prestasi yang diraih anak-anak muda kita. Anggapan yang timbul
pun cenderung melihat anak-anak muda kita sebagai potensi masalah ketimbang
sebuah harapan. Seberapa banyak dari kita yang mengenal Muh. Firmansyah Karim,
pelajar SMA Athirah Makassar yang mengejutkan dunia intenasional dengan meraih
medali emas tahun 2007 pada ajang Olimpiade Fisika Internasional (IPhO) ke-38
di Isfahan Iran.
Medali emas indonesia dipersembahkan pelajarkelas I padahal
hampir semua peserta olimpiade adalahkelas III SMA dan soal-soal yang diberikan
setaradengan soal fisika tingkat S2/S3. Selesai upacara pemberian medali, semua
orang menyalami. Prof. Yohanes Surya Ph.D pembina Tim menceritakan, “…86 negara
mengucapkan selamat, suasananya sangat mengharukan, saya tidak bisa
menceritakan dengan kata-kata.. Gaung kemenangan Indonesia menggema cukup
keras. Seorang prof dari Belgia mengirim sms seperti berikut: Echo of
Indonesian Victory has reached Europe! Congratulations to the champions and
their coach for these amazing successes!" dan orang Iran memeluk sambil
berkata "great wonderful...". Tidakkah cerita ini turut menggetarkan
hati kita?.
Pada
Olimpiade Fisika Asia ke 8 di China. Kembali
secara luar biasa Muhammad Firmansyah Kasim (SMA Athirah Makasar) berhasil
mengalahkan seluruh pasukan Naga (China) sebanyak 16 orang yang menjadi tuan
rumah dalam bidang eksperimen Fisika, sekaligus meraih medali emas.
Begitupun pada ajang olimpiade
sains lainnya, pelajar-pelajar kita selalu mempersembahkan prestasi yang
gemilang. Kitapun mungkin telah lupa dengan Sulfahri, siswa SMA Negeri 1
Bulukumba yang telah menjadi duta Indonesia di ajang International Exhibition
for Young Inventor (IEYI) di New Delhi,India 2007 dan tercatat sebagai seorang
penemu muda internasional.
Begitupun Firman Jamil,
seniman Indonesia asal Sul-Sel mengukir prestasi yang tidak kalah gemilangnya.
Firman Jamil telah beberapa kali melanglang buana ke luar negeri, dalam rangka
pementasan karya seninya. Salah satunya, berhasil lolos seleksi pada Festival
Seni Patung Outdoor di Taiwan dari 165 seniman pelamar dari berbagai belahan
dunia.
Sayapun merasa perlu untuk
menyodorkan nama cendekiawan muslim Indonesia, Dr. Luthfi Assyaukanie yang
menjadi mahasiswa asing pertama Universitas Melbourne yang memenangkan
"Chancellor's Prize"setelah tesis doktoralnya terpilih sebagai
disertasi terbaik diantara hampir 500 tesis lainnya. Bahkan salah seorang
astronot kita, Dr. Johni Setiawan tercatat sebagai 1 dari 4 orang di Jerman
yang menemukan planet. Dr. J.Setiawan yang baru berusia 30 tahun menemukan
planet ekstra solar yang mengelilingi bintang HD11977 yang berjarak 200 tahun
cahaya. Yang tidak kalah gemilangnya, Bocah Indonesia, March Boedihardjo,
mencatatkan diri sebagai mahasiswa termuda di Universitas Baptist Hong Kong
(HKBU) dengan usia sembilan tahun. Bila lulus nanti, March akan memiliki gelar
sarjana sains ilmu matematika sekaligus master filosofi matematika.
Di Iran
sendiri, pelajar-pelajar Indonesia diantara pelajar-pelajar asing lainnya
selalu memiliki indeks prestasi tertinggi. Logikanya, jika anak-anak bangsa ini
sering berprestasi bahkan sampai ajang internasional berarti memang SDM kita
tidak perlu diragukan. Prestasi sesederhana apapun yang diraih anak bangsa
harus didukung dan diapresiasi. Bukan dicelah atau difitnah. Bahkan sampai
mengatakan prestasi olimpiade sains atauprestasi lainnya hanya kamuflase dan
tidakmencerminkan kondisi pendidikan dan kualitas manusia Indonesia.
Prestasi
yang diraih bukanlah tujuan melainkan merupakan propaganda bahwa kitapun tidak
kalah, punya daya saing dan kehormatan. Negara ini dibentuk dan diperjuangkan
kemerdekaannya oleh para pendahulu memang bukan untuk unggul di atas
bangsa-bangsa, namun agar diakui sebagai bangsa yang memiliki kedaulatan,
bangsa yang akan mensejahterahkan rakyatnya. Simak saja, penggalan pidato Ir.
Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, "Di dalam Indonesia
merdeka kita melatih pemuda kita, agar supaya menjadi kuat. Di dalam Indonesia
merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya."
Memang saat ini kondisi
sosial kita buruk, mesti kita akui itu. Namun marilah kita melihat
peluang-peluang yang bisa dilakukan dan hal-hal baik yang mesti dipelihara.
Lihatlah betapa banyak gunungan potensi yang dimiliki bangsa ini. Negara ini
belum berakhir. Kita sudah divonis menderita krisis ekonomi akut, namun
kenyataan mempertontonkan masyarakat kita masih saja mampu berjubel di
mall-mall yang membuat para pengamat luar negeri terheran-heran. Sayapun tidak
sepakat kalau kita disibukkan hanya dengan mengejar prestasi lalu mengabaikan
kesejahteraan rakyat yang menjadi tujuan utama bangsa ini. Sebab pendidikan
merupakan urusan yang lebih tinggi ketimbang menjadi juara olimpiade dan
lulus UAN.
Pendidikan adalah kekuatan strategis dan terpokok dalam mengeluarkan
bangsa ini dari lubang derita. Pendidikan mengajarkan kita tentang identitas,
harga diri bahkan ideologi sebuah bangsa. Namun, saya lebih tidak sepakat lagi
dengan upaya-upaya menggembosi dan mencemooh terus menerus bangsa ini. Bagi
saya itu menunjukkan bahwa kita benar-benar bangsa yang bodoh.
Wallahu 'alam
bishshawwab.
Ismail Amin
Mahasiswa Mostafa
International University Islamic Republic of Iran
Oleh media-media Barat, Iran diperkenalkan
sebagai negara yang masyarakatnya fundamental dan radikal, bahkan CNN menyebut
mereka sebagai orang-orang yang keras kepala. Namun, ada fenomena menarik yang
jarang diungkap mereka mengenai masyarakat Iran. Bagi yang pernah mengunjungi
Iran, pasti tahu benar fenomena ini. Masyarakat Iran adalah masyarakat yang
begitu gandrung dengan bunga-bungaan. Ukiran pintu dan dinding-dinding tiap
bangunan, pagar, halte bis, desain papan-papan reklame selalu dengan motif
bunga-bungaan. Saling memberi bunga pun menjadi budaya yang mengakar di dalam
masyarakat yang dipimpin para Mullah ini. Dari ulang tahun, melamar, menyambut
kelahiran anak, menjenguk orang sakit, melayat, menjemput keluarga di bandara
atau stasiun kereta api, bertamu, meminta maaf, mengucapkan selamat dan
merayakan hari-hari penting sudah menjadi kebiasaan untuk saling memberi
minimal setangkai bunga. Murid-murid sekolah di hari guru (bertepatan dengan
hari syahidnya Murtadha Muthahari) membawa setangkai bunga untuk diserahkan
kepada gurunya. Di hari Ibu dan Perempuan (bertepatan dengan kelahiran Sayyidah
Fatimah) para suami berjalan kaki sepulang kerja dengan membawa bunga di
tangan. Mereka sengaja tidak berkendara agar bunga di tangan tetap segar dan
tidak rusak ketika diberikan kepada sang istri. Sementara anak-anak sepulang
sekolah berdesak-desakan di kios-kios penjual bunga untuk membeli setangkai
bunga untuk ibu mereka. Karenanya tak heran, di setiap sudut jalan selalu saja
ada kios penjual bunga.
Sejarahpun menyisakan catatan mengenai bunga
dan perannya dalam revolusi Islam Iran. Revolusi Islam Iran 1979 juga dikenal dengan sebutan "Revolusi Bunga".
Hari itu, rakyat Iran menghadapi kekuatan militer Syah yang memiliki persenjataan
paling lengkap dan personel polisi yang paling mengerikan di dunia -saat itu- dengan
lontaran bunga. Dengan lontaran bunga itulah mereka bisa memukul mundur militer
dan meruntuhkan Dinasti Pahlevi. Sejak dari sinilah, masyarakat Iran semakin
mencintai bunga-bunga dan seolah-olah tidak bisa melepaskan kehidupannya dengan
bunga. Romantisme masyarakat Iran yang dibahasakan lewat bunga inilah yang
jarang diungkap media.
Begitu juga dalam menyambut tahun baru Iran.
Kios-kios penjual bunga menjamur di jalan-jalan. Semacam kewajiban bagi mereka,
memberi ucapan selamat tahun baru sembari menyerahkan bunga. Selain itu,
terdapat beberapa tradisi khusus masyarakat Iran dalam menyambut dan merayakan
tahun baru mereka. Dalam penanggalan Iran
hari tahun baru adalah hari pertama di musim semi (disebut Fasl-e
Bahor) yang setiap tahunnya bertepatan dengan tanggal 21 Maret. Sistem
penanggalan Iran telah disusun sejak 1725 tahun sebelum Masehi dan terus
mengalami penyempurnaan hingga kini. Dimasa kekhalifaan Islam, kalender Iran mengalami
penyesuaian dengan kalender Islam dan disebut dengan Kalender Hijriyah Syamsi
sebab penentuan tanggal Iran
berdasar pada edar bumi terhadap matahari dan disebut Hijriyah karena tahun
pertamanya juga dihitung dari hijrahnya Rasulullah saw ke Madinah. Adanya
perbedaan jumlah hari dalam setahun dengan kalender Hijriyah Qamari menyebabkan
jalannya tahun pada kalender Iran lebih lambat dan tahun ini baru memasuki 1395
HS sementara kalender Hijriyah telah memasuki tahun ke 1436 H.
.
Tradisi menyambut tahun baru (mereka
menyebutnya Nouruuz) dimulai sejak dua-tiga minggu sebelum bulan Esfand
(bulan terakhir dalam penanggalan Iran) berakhir. Hari-hari itu para ibu disibukkan dengan
membersihkan rumah dan berbelanja hiasan baru untuk rumah mereka. Dengan adanya
tradisi ini tentu saja pengeluaran di akhir tahun juga semakin bertambah, maka
umumnya, kantor negara atau perusahaan di akhir tahun memberikan memberikan
bonus atau hadiah tahun baru. Banyak sesuatu yang harus tersedia dalam prosesi
penyambutan tahun baru. Dalam menyambut detik-detik masuknya tahun baru di hari
terakhir tahun yang akan ditinggalkan, semua anggota keluarga dengan
menggunakan pakaian terbaik mereka -biasanya selalu baru- akan duduk
mengelilingi meja makan. Di atas meja makan telah tersedia tujuh buah jenis
makanan, yang kesemuanya berawalan huruf sin (abjad Arab). Mereka menyebut
makanan tersebut dengan haft-e sin (tujuh huruf sin) yang merupakan
pelambang tujuh kreasi ciptaan Allah yang harus disyukuri dan dipelihara.
Ketujuh makanan tersebut terdiri dari: Serkeh (cuka) yang bisa mengawetkan
makanan melambangkan usia yang panjang dan kelestarian, Sir (bawang putih) yang
melambangkan penyembuh, Samanu (semacam manisan yang terbuat dari gandum) yang
melambangkan kemakmuran, Sib (apel) melambangkan kecantikan dan kesegaran, Sabzi
(sayuran) melambangkan kesuburan dan kehidupan, Sumac (bumbu yang biasa
ditaburkan pada kebab) melambangkan warna matahari terbit, dan Senjed
(buah-buahan kering) yang melambangkan cinta dan perlindungan.
Yang juga biasanya tersaji di meja makanan
adalah bibit gandum yang sudah tumbuh 4-7 cm di taruh pada keranjang kecil,
cermin, Al Quran, ikan mas hidup dalam toples kaca, lilin, dan telur yang
berwarna warni lebih seringnya berwarna bendera kebangsaan Iran, konon katanya
tradisi ini telah berumur 15.000 tahun. Lilin pelita disimbolkan sebagai lambang
penerangan dan cahaya kehidupan. Cermin merefleksikan masa lalu agar bisa
menentukan rencana apa yang akan dilakukan di masa depan. Bibit gandum biasanya
sesuai dengan jumlah anggota keluarga melambangkan produktivitas. Telur yang
didekorasi dengan warna kebangsaannya melambangkan sentuhan patriotisme. Ikan
mas dalam toples melambangkan hidup yang penuh aktivitas dan gerakan.
Terakhir, Kitab Suci (bagi yang muslim,
Al-Qur'an) melambangkan apapun yang mereka lakukan harus ditujukan hanya kepada
Tuhan yang Esa dan berpedoman pada Kitab Suci. Ketika pemerintah melalui
televisi secara resmi mengumumkan saat pergantian tahun, maka seluruh anggota
keluarga saling berangkulan, mengucapkan selamat dan saling memberi bunga di
antara mereka. Kepala keluarga lalu membacakan Al Quran dan doa-doa
keselamatan. Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama, sebagai lambang
keharmonisan keluarga mereka.
Di Qom, masyarakat Iran tumpah ruah di halaman
kompleks pemakaman Sayyidah Maksumah, mereka melakukan do'a bersama dalam
menyambut tahun baru 1395 HS. Hari-hari selanjutnya adalah hari saling mengunjungi
sanak famili dan handai tolan serta berekreasi di tempat wisata dan berlangsung
selama 12 hari kedepan. Secara resmi hari-hari tersebut adalah hari-hari libur.
Diantara berbagai perayaan tahun baru di dunia bisa jadi perayaan tahun baru di
Iran inilah yang terpanjang.
Selamat tahun baru Persia 1395 HS.
Nouruuz Mubarak Bod.
Ismail Amin
WNI Sementara menetap di Qom-Iran
Sedikit Catatatan untuk KH. Arifin Ilham Hafidzahullah
Selasa, 15 Maret 2016
Posted by ismailamin
Tag :
Indonesiana
Assalamu alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Saya lebih sreg menyapa
KH. Arifin Ilham dengan sebutan abang… sapaan agar saya juga lebih nyaman
menulis catatan ini…
Begini bang…maaf ya…
Saya membaca postingan
abang mengenai tindakan Densus 88 yang menyebabkan kematian tersangka yang
ditangkapnya… yang abang sebut itu sebagai tindakan zalim… bahkan sampai
menyebutnya teror untuk umat Islam, yang sama sekali tidak disertai bukti yang
akurat dan data yang komplit…
Saya mau tanya bang… kok
ya saya tidak pernah membaca pernyataan dari abang, mengenai berbagai aksi
terorisme di Indonesia yang menelan tidak sedikit korban jiwa, abang sebut
sebagai teror untuk umat Islam… ingat kasus peledakan bom di masjid polisi
Jakarta, Cirebon dan Poso, meski tidak ada korban jiwa (kecuali pelaku sendiri
yang tewas) tapi puluhan korban luka-luka dan harus menanggung cacat seumur
hidup… mengapa tidak ada pernyataan dari abang, bahwa itu teror untuk umat
Islam, terlebih lagi itu dilakukan diareal masjid… kasus bom-bom bunuh diri
lainnya, yang sampai menelan korban jiwa… harus abang catat, korban jiwanya
justru termasuk dari orang Islam sendiri…
Abang menuntut, agar
ketika pelaku (atau tersangka pelaku) ditangkap harus diperlakukan adil, harus
diadili terlebih dahulu dan dibeberkan bukti-buktinya dihadapan publik,
sementara abang sendiri tidak pernah menuntut jaringan terorisme untuk
menunjukkan bukti bahwa orang-orang yang mereka incar untuk dibunuh itu, memang
layak untuk dibunuh, dilukai, dibom dan diteror… mana letak keadilan anda
bang…?
Bang… Densus 88 bisa saja
melakuan kesalahan dalam melakukan operasinya, tapi lihat tujuannya dan
maksudnya melakukan itu… untuk menjamin keamanan bang… untuk menjamin
dikemudian hari tidak ada lagi warga sipil dan rakyat yang harus mati sia-sia
karena menjadi korban terorisme, sementara pelaku teror itu tujuannya apa bang?
masuk surga bang.. yang dipikirkannya kepentingannya sendiri… mereka tidak mau
melihat akibat dari aksi terornya tersebut… keluarga korban yang harus
kehilangan orang-orang terkasihnya…apa umat Islam diuntungkan dengan itu?
apakah lantas umat Islam jadi disegani karena aksi terornya itu? tidak kan
bang…
Ini negara hukum bang…
ada undang-undang dan aturan yang mengikat agar Densus 88 tidak sewenang-wenang
dan semaunya menangkap dan membunuh orang yang dicurigainya teroris… beberkan
bukti-bukti, silahkan menuntut agar kasus-kasus yang melibatkan Densus diusut
tuntas, sampaikan suara protes dan pengaduan abang ke DPR, kemahkamah, kepolisi
dan instansi-instansi terkait, libatkan lembaga-lembaga bantuan hukum...bukan
dengan membuat surat-surat seperti ini yang mengarahkan opini publik untuk
membenci dan memusuhi aparat negara... apalagi sampai menyebutnya teror atas
umat Islam segala...
apakah bagi abang, hanya
tersangka teroris yang dibunuh oleh Densus itu saja yang mukmin sehingga
mengumbar ayat ancaman neraka jahannam bagi Densus, sementara korban-korban
terorisme yang meregang nyawa, abang tidak menunjukkan ayat serupa kepada
kelompok jaringan terorisme betapa yang dilakukannya adalah dosa yang sangat
besar? mengapa abang justru diam saja, bahkan berkawan akrab sama Abu Jibril
yang punya media Arrahmah yang konten-konten situsnya malah memuji-muji pelaku
terorisme sebagai mujahidin dan akan mendapat balasan surga…? katanya abang
benci terorisme?
silahkan abang baca
konten arrahmah ini:
http://www.arrahmah.com/read/2008/11/09/2584-as-syahid-imam-samudra-bergabung-dengan-kafilah-syuhada.html
atau cukup melihat screen shoot foto-foto dari media yang mengklaim media Islam ini:
apa salah, kalau Islam
diidentikkan dengan terorisme, kalau mereka yang terbukti teroris dengan
menghilangkan nyawa banyak orang, melawan aparat dengan tembakan senjata dan
menyimpan bahan-bahan peledak, oleh media-media yang mengklaim diri media
Islam, menyebut mereka syuhada dan pemakaman mereka diwarnai pekikan takbir dan
bendera-bendera ala ISIS segala...? kalau menolak Islam diidentikkan dengan
terorisme, mengapa pada teroris-teroris itu disematkan simbol-simbol Islam dan
dielu-elukan sebagai pahlawan Islam? mengapa tidak ada teguran dan protes abang
untuk mereka?
jangan main-main bang
dengan ancaman terorisme… kalau abang mau coba… silahkan buat tulisan yang
isinya abang mengecam terorisme dan kelompok yang mengatasnamakan Islam dalam
menjalankan aksi terorismenya… coba deh, abang coba… kecam tuh,
kelompok-kelompok Islam yang malah mengelu-elukan pelaku teror bom Sarinah, bom
Bali, bom Solo, bom Palopo, bom JW Marriot, bom Makassar dll sebagai mujahidin
dan pembela Islam… ancam mereka dengan ayat-ayat dan hadits-hadits yang abang
gunakan untuk mengancam Densus… semoga abang dan pesantren abang tidak menjadi
incaran teror untuk dimusnahkan… atau coba deh bang… untuk kembalikan nama
masjid yang abang kelola itu seperti sebelumnya, sebagaimana yang dikehendaki
donaturnya… apa abang berani? takut kan bang?
kalau tidak mau Islam
diidentikkan dengan terorisme, ya hentikan propaganda-propaganda bahwa setiap
Densus 88 membekuk teroris agar tidak berhasil menjalankan aksi terornya
sebagai tindakan teror terhadap umat Islam, sebagai tindakan yang
sewenang-wenang… hentikan berita-berita yang mengelu-elukan teroris itu, bahwa
matinya tersenyum, dijamin surga dan menjadi syuhada… itu sama saja memancing
orang lain untuk memang mengindentikkan Islam dengan terorisme…
Oh iya bang… kita harus
bersyukur kelompok teroris di Indonesia tidak berkembang sebagaimana Taliban di
Pakistan dan Boko Haram di Afrika, yang aksi terornya bahkan sampai menargetkan
sekolah-sekolah, menculik siswi-siswi dan membantai guru dihadapan
murid-muridnya… atau seperti di Saudi, Yaman, Suriah dan Irak yang bahkan
terorisnya membom masjid disaat masjid tersebut penuh oleh jamaah yang sedang
shalat…
harusnya abang
berterimakasih kejadian-kejadian tersebut tidak terjadi di negeri ini… tapi
akan benar-benar terjadi, kalau media-media seperti Jonru Page, Islam Pos,
Arrahmah, Nahi Munkar, Voa Islam yang menyerukan Densus 88 untuk dibubarkan itu
dibiarkan sembari memuji-muji aksi teror sebagai perjuangan di jalan Allah dan
mengkampanyekan permusuhan kepada aparat negara…
bersyukurlah bang,
majelis zikir abang, yang membuat abang populer dan dikenal banyak orang itu
sampai sekarang masih aman dan tetap dihadiri ribuan manusia, tidak pernah ada
yang melakukan aksi bom bunuh diri ditengah-tengahnya… itu sampai bisa aman
begitu, hasil kerja siapa bang? kok, sekarang malah mengajak-ajak jamaah abang
untuk turut mencurigai Densus dan menyebut mereka telah melakukan teror atas
umat Islam? malah abang harus tahu, tidak sedikit dari jamaah abang menuding,
anggota-anggota Densus itu kebanyakan non muslim... apa mereka mau memecah
belah antar penganut agama dinegeri ini dengan isu-isu sektarian seperti itu?
coba deh, abang
sekali-kali melakukan majelis zikir sekarang di Libya, negara yang dulu sering
abang kunjungi dan sanjung-sanjung… berani gak bang…?
asal abang tahu saja,
tiap hari di Pakistan dan negara-negara di Afrika itu melakukan aksi
demonstrasi menuntut pemerintah membentuk Densus dan badan khusus untuk
menanggulangi terorisme… tapi mereka tetap gagal menanggulanginya… saban hari
ada ledakan bom, dipasar, dijalan, dipos polisi, bahkan dimajelis-majelis
pengajian… kita punya yang mereka tuntut, kok sampai ada seruan dari jamaah
abang Densus di negeri ini harus dimusuhi dan minta dibubarkan setelah membaca
postingan abang itu…? itu tidak tahu diuntung namanya…
Densus itu bukan KPK,
yang punya prosedur harus membuktikan dulu dipengadilan, baru bisa menyebut
tersangka sebagai koruptor. Densus dilatih untuk bersikap tegas dalam memilih
resiko, lebih baik salah dalam mengeksekusi orang daripada kecolongan…
kecolongannya bukan main-main bang.. banyak nyawa yang dipertaruhkan, belum
lagi kerugian material yang harus ditanggung oleh satu bom yang meledak… yang
melahirkan teroris-teroris baru itu, bukan karena Densus yang salah eksekusi
tapi, adanya pernyataan-pernyataan yang memprovokasi ummat bahwa Densus itu
musuh Islam, teroris yang sebenarnya dan upaya-upaya menanamkan dendam dan
kebencian pada aparat negara...
bersimpatiklah bang… pada
keluarga korban terorisme… mereka pasti menginginkan agar apa yang menimpa
orang-orang terkasihnya tidak terjadi pada yang lainnya…
mari bekerjasama bang...
kita tuntut Densus dan seluruh aparat untuk terus meningkatkan profesionalisme
kerja dan kehati-hatian.... sembari menjaga ummat agar tidak terprovokasi
kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk menciptakan teror dan
kerusakan... abang, bukan bagian dari jaringan terorisme kan, sampai harus
mencak-mencak gitu, kalau ada pelaku atau tersangka teroris yang dibekuk
Densus...? saya sangat yakin, bukan... abang hanya terpanggil untuk menolak
segala bentuk kezaliman dan kesewenang-wenangan... tapi malah terkesan
tendensius pada hasil kerja aparat...
kita berduka cita atas
darah yang tertumpah dari anak negeri ini... siapapun dia... sebab pelaku
terorisme juga pada dasarnya adalah korban... korban pembodohan dan provokasi..
terlebih lagi kalau memang benar Siyono adalah korban salah tangkap Densus, dan
telah mengalami kezaliman... maka Densus patut didesak untuk memberikan
klarifikasi dan pertanggungjawabannya.. kita mendungkung segala bentuk upaya
penegakan keadilan di negeri ini... itu yang harus kita dorong bang...
Semoga abang sehat
selalu… salam buat keluarga abang… mabruk atas kelahiran putri abang yang
ketujuh dari bidadari abang yang kedua.. semoga aktivitas-aktivitas dakwah
abang tetap lancar dan mendapat keberkahan dari Allah Swt…. maaf jika ada
kata-kata yang salah....
Wassalamu ‘alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Hormat Saya
Ismail Amin, WNI
sementara menetap di Qom Iran
Surat abang Arifin yang
saya tanggapi, bisa dilihat disini:
https://www.facebook.com/kh.muhammad.arifin.ilham/posts/10154116227119739
22 Pertanyaan untuk Pendukung Pemberontak Suriah
Selasa, 01 Maret 2016
Posted by ismailamin
Tag :
Tabayyun,
Timur Tengah
Diawal tahun 2011 the Arab spring juga melanda Suriah. Aksi
demonstrasi menuntut perubahan terjadi disejumlah kota besar di Suriah. Memang
tidak bisa dipungkiri ada kejenuhan rakyat Suriah atas rezim Assad yang telah
berlangsung sejak tahun 1971 dibawah Hafez
al Assad yang kemudian digantikan oleh puteranya, Bashar al Assad sejak tahun
2000. Meskipun rezim Assad terbilang otoriter dikarenakan adanya ancaman dari
luar (utamanya Israel) dan ketidakstabilan internal namun kebijakan-kebijakan
Assad cenderung populis. Kebijakan populis itu terlihat dengan diterapkannya
pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan gratis hingga universitas. Selama 40
tahun klan Assad berkuasa (Hafez dan Bashar), pembangunan sosial dan ekonomi
Suriah terbilang memuaskan, bahkan Suriah menanggung ratusan ribu pengungsi
dari Palestina dan Irak dan terkenal dikawasan Timur Tengah sebagai negara
terbaik dalam memberikan pelayanan sosial dan ekonomi kepada pengungsi.
Dibawah pemerintahan klan Assad, rakyat Suriah bisa dikatakan hidup
makmur dan sejahtera, dengan hutang luar negeri nyaris nol. Namun semua itu
berubah drastis pasca terjadi konflik internal yang melibatkan kekuatan asing.
Suriah menjadi porak-poranda, dan sejumlah wilayahnya berada dibawah kendali
kelompok-kelompok pemberontak. Rakyat Suriah yang sebelumnya sejahtera mendadak
menjadi pengungsi yang mencari suaka dinegara-negara tetangga sampai ke Eropa.
Tidak ada satupun rezim di dunia ini yang tidak mempunyai oposisi, seberapapun
ngototnya rezim itu berupaya mensejahterahkan seluruh lapisan rakyatnya. Tidak
terkecuali rezim Assad. Selain ancaman eksternal, rezim Assad juga dihantui
ancaman internal yang setiap saat bisa meronrong dan menggulingkan
kekuasaannya. Jadi, hal yang wajar, jika terjadi aksi demonstrasi dan unjuk rasa
yang dimobilisasi oleh gerakan-gerakan rakyat untuk menuntut perubahan ataupun
penggantian rezim, namun kemudian menjadi tidak wajar jika aksi demonstrasi itu
melibatkan kekuatan-kekuatan yang didukung dan disponsori
kepentingan-kepentingan asing. Sebut misalnya, di Washington, London, Berlin,
Paris, Ankara, Kairo, al-Manamah, Shanaa, Tehran, Jakarta dan kota-kota yang
menjadi ibukota negara, adalah wajar jika rakyat menggelar aksi demonstrasi,
sampai tidak jarang terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan demonstran
yang menelan korban jiwa dan luka-luka. Namun demonstrasi di Damaskus dan sejumlah
kota di Suriah menjadi tidak biasa, terlebih lagi, para demonstran tidak
sekedar menggelar aksi damai melainkan angkat senjata, meledakkan bom-bom
berkekuatan tinggi dan mendapatkan suplay senjata dari luar negeri.
Pertarungan antara rezim Assad dan pihak oposisi yang berkekuatan
senjata membuat konflik semakin
berlarut-larut. Kelompok oposisi yang didukung AS, Israel, negara-negara Barat,
Turki, Arab Saudi dan Qatar berhadapan dengan rezim Assad yang didukung China,
Rusia dan Iran. Melalui jaringan media yang dimiliki AS, dibentuklah opini
publik bahwa rezim Assad adalah rezim otoriter yang menindas rakyat tidak
ubahnya rezim-rezim Arab lainnya yang sebelumnya telah terguling, seperti Husni
Mubarak, Ben Ali dan Moammar Qhadafi. Sementara Arab Saudi, melalui posisinya
yang kuat dalam dunia Islam menghasut dengan menggunakan isu sektarian Sunni vs
Syiah, Assad yang Alawi menghabisi rakyat Suriah yang mayoritas Sunni.
Melalui
yayasan-yayasan dan lembaga-lembaga keagamaan yang didanai Saudi diseluruh
dunia, umat Islam dihasut untuk mendukung kejatuhan Bashar Assad dan memberikan
simpatiknya pada kelompok oposisi dan pemberontak. Fatwa dari ulama-ulama
pilihan istana berhamburan, mulai dari ajakan jihad ke Suriah untuk
menggulingkan Bashar Assad sampai tingkat ekstrim yang memfatwakan, halalnya
darah Bashar Assad untuk ditumpahkan. Fatwa tersebut direspon cepat, dengan
masuknya kelompok-kelompok militan bersenjata dari berbagai negara ke Suriah
dengan mengklaim diri sebagai mujahidin. Media-media sosial bekerja cepat
menyulut permusuhan dan kebencian pada Assad, mulai dari klaim bahwa Bashar
Assad mengaku Tuhan dan memaksa rakyat Suriah menyembahnya sampai pada kelaparan
dan kesulitan hidup yang melanda rakyat Suriah yang ditindas rezim sembari
mengumpulkan dana dari umat Islam dengan kedok bantuan kemanusiaan. Sementara
kesulitan hidup rakyat Suriah, justru berawal dari masuknya campur tangan
militan asing yang ngotot berambisi merebut kekuasaan Assad.
Betapapun bencinya rakyat Suriah terhadap Assad, mereka tetap tidak
ingin negara mereka dijajah dan berada dalam cengkraman kekuatan asing,
karenanya rakyat Suriah justru berbalik dan kemudian secara besar-besaran
menggelar dukungan terhadap Assad dalam menghadapi oposisi yang disupport pihak
asing. Buktinya, melalui referendum dan pemilu, Assad tetap mendapat kepercayaan
menjadi penguasa di Suriah. Buktinya, Assad tetap tak bergeming dari
kedudukannya sebagai presiden meski telah dihantam kanan kiri, berkat dukungan
penuh dari rakyatnya.
Karena itu, menyederhanakan persoalan bahwa koflik Suriah adalah
konflik Sunni vs Syiah, sangat tidak beralasan. Ada banyak pertanyaan yang
harus terjawab, jika tetap berdalih isu sektarian telah menjadi pemicu lahirnya
tragedi kemanusiaan di Suriah. Berikut 22 pertanyaan yang harus dijawab oleh
pihak yang tetap ngotot mendukung pemberontakan di Suriah dengan dalih Sunni vs
Syiah.
Pertama, Kalau Assad membunuhi rakyatnya yang Sunni (yang justru
mayoritas di Suriah), apa alasannya baru melakukannya sekarang, mengapa tidak
dari dulu (klan Assad berkuasa sejak tahun 1971)?
Kedua, Kalau Assad dikatakan menindas rakyatnya yang Sunni, mengapa
pengungsian rakyat Suriah kenegeri-negeri tetangganya justru baru terjadi
setelah kelompok-kelompok militan yang berambisi menjatuhkan Assad itu masuk
Suriah? Sebelum tahun 2011, tidak ada sorotan sedikitpun atas Suriah, terutama
mengenai pelanggaran HAM dan ketidak adilan terhadap penganut mazhab tertentu.
Tidak pula ada secuilpun informasi menyebutkan, Assad menelantarkan,
memiskinkan dan merampas hak-hak rakyatnya yang Sunni. Apa karena Suriah negara tertutup dan
membungkam pers atau memang klaim-klaim itu tidak ada?
Ketiga, Kalau dikatakan Assad membenci dan memusuhi Sunni, mengapa
Mufti Agung Suriah justru ulama Sunni? Almarhum Syaikh Ramadhan al Bouthi
(menjabat Mufti Agung Suriah semasa hidupnya) justru gugur oleh aksi bom bunuh
diri kubu pemberontak, bukan oleh tangan rezim.
Keempat, Kalau dikatakan Assad anti Sunni, apa manfaatnya menerima
pengungsi dari Palestina yang kesemuanya Sunni dan memberikan pelayanan yang
terhitung memuaskan bagi pengungsi? Assad bisa saja menutup perbatasannya
sebagaimana yang dilakukan Mesir era Husni Mubarak sehingga pengungsi Palestina
tidak bisa masuk Suriah. Mengapa itu tidak dilakukannya, sebagai bukti bencinya
dia pada komunitas Sunni?
Kelima, Kalau Assad anti Sunni, mengapa Assad mendukung perjuangan
kemerdekaan Palestina bahkan memberi fasilitas kantor untuk HAMAS di Damaskus?
Suriahpun memegang peranan penting dalam perang Arab melawan Israel
berkali-kali.
Keenam, Jika Assad anti Sunni, mengapa komposisi pemimpin militer
Suriah, 43% Sunni dan 37% Alawi, sementara komposisi menteri 58% Sunni dan 20%
Alawi, bahkan Fahd Jassem al-Freij, Menteri
Pertahanan Suriah justru orang Sunni?
Ketujuh, Kalau Assad mengaku Tuhan dan meminta
disembah, mengapa dilayar TV disiarkan disetiap acara penting keagamaan (shalat
Jum’at, shalat Id) Assad masih shalat bahkan diimami oleh imam jamaah dari
ulama Sunni?
Kedelapan, Kalau Assad tidak mendapat dukungan rakyat, mengapa
Assad masih bisa bertahan sampai saat ini sebagai penguasa tertinggi di Suriah?
Kesembilan, Kalau Assad hendak digulingkan dengan alasan demokrasi,
mengapa negara-negara yang mendukung penggulingan itu seperti Arab Saudi dan
Qatar justru negara depostik yang anti demokrasi?
Kesepuluh, Kalau Assad itu anti Sunni dan musuh besar umat Islam,
mengapa AS dan Israel justru mendukung kejatuhannya, apa AS dan Israel itu
pembela umat Islam?
Kesebelas, Kalau fatwa dan seruan untuk berjihad begitu mudahnya
keluar dari lisan para mufti Saudi dan Qatar untuk berjihad menjatuhkan Bashar
Assad, mengapa fatwa serupa tidak diberlakukan untuk berjihad melawan rezim
Zionis?
Keduabelas, Kalau masuknya pasukan militan bersenjata dari berbagai
negara ke Suriah untuk membela rakyat Suriah yang dizalimi rezim Assad mengapa
hal yang sama tidak pernah dilakukan untuk membela rakyat Palestina yang
menjadi bulan-bulanan rezim Zionis, apakah karena rakyat Suriah yang terzalimi
itu Sunni, sementara rakyat Palestina bukan Sunni?
Ketigabelas, Kalau Turki, Arab Saudi dan Qatar punya dana besar
untuk mendanai dan mensuplai senjata untuk kelompok oposisi dan pemberontak di
Suriah, mengapa hal yang sama tidak dilakukan untuk mendanai dan mensuplay
senjata kelompok-kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina?
Keempatbelas, Kalau Turki, Qatar dan Arab Saudi protes atas ikut
campurnya Rusia untuk menghabisi ISIS di Suriah, mengapa ketika yang ikut
campur itu Amerika Serikat, ketiga negara Arab itu justru mensupport?
Kelimabelas, Kalau dikatakan aksi-aksi teror yang dilakukan ISIS,
Jabhah an Nushra, al Qaedah dan kelompok militan lainnya bertujuan membela
rakyat Suriah yang Sunni, mengapa aksi serupa tidak dilakukan untuk membela
rakyat Palestina yang Sunni? Mengapa tidak ada aksi bom bunuh diri yang
dilakukan anasir ISIS dll di Tel Aviv sebagaimana yang mereka lakukan
berkali-kali di Damaskus, Homs dll?
Keenambelas, Kalau dikatakan Bashar Assad harus dijatuhkan karena
rakyat Suriah menuntut itu yang karena itu Saudi mensupport gerakan bersenjata
untuk menggulingkan Assad, lantas mengapa di Yaman, Saudi malah bertindak
sebaliknya dengan membela Mansour al Hadi yang yang terguling oleh kekuataan
tuntutan rakyat? Konyolnya, Saudi malah menginvasi Yaman dengan ambisi
mengembalikan al Hadi pada posisinya sebagai presiden Yaman. Bukankah ini
standar ganda yang hipokrit?
Ketujuhbelas, Kalau Saudi punya jet-jet tempur canggih (meskipun
itu sekedar beli dari AS), mengapa itu malah dikerahkan untuk memborbardir
Yaman yang tidak punya satupun jet tempur, bukannya menghantam Israel yang
menjadi akar semua konflik berdarah di Timur Tengah?
Kedelapanbelas, Kalau dikatakan rakyat telah jenuh oleh kekuasaan
klan Assad, apakah Saudi dan Qatar telah memastikan rakyatnya tidak jenuh pada
kekuasaan keluarga yang berlaku di kedua negara kerajaan itu? Assad melakukan
referendum sebagaimana tuntutan oposisi dan berhasil membuktikan diri sebagai
pilihan rakyat, apa raja Saudi dan Qatar berani melakukan referendum di negara
mereka?
Kesembilanbelas, Kalau dikatakan konflik di Timur Tengah dipicu
pertikaian mazhab yang karena itu disebar berita, rezim Iran yang Syiah
menindas Sunni Iran, mengapa tidak ada kelompok militan asing satupun yang
masuk Iran untuk membela kelompok Sunni, sebagaimana yang terjadi di Suriah?
Keduapuluh, Kalau benar Assad membantai rakyat Suriah yang Sunni,
mengapa untuk menunjukkan itu yang digunakan justru foto-foto korban
pembantaian Zionis di Gaza, korban pembunuhan sadis di Brasil (sebagaimana yang
diposting Farid Okbah yang kemudian diklaim korban rezim Assad) dan foto-foto
lainnya yang terbukti hoax dan rekayasa?
Keduapuluhsatu, Kalaupun pada akhirnya Bashar Assad bisa
digulingkan melalui kekuatan senjata, lantas siapa yang bisa menjamin bahwa
kondisi Suriah akan jadi lebih baik dibanding ketika Assad berkuasa? Ataukah
justru korporasi-korporasi asing yang didominasi AS yang mengambil banyak
keuntungan dari kejatuhan Assad sebagaimana terbukti di Libya pasca
penggulingan paksa Moammar Qhadafi?
Keduapuluhdua, Kalau dikatakan, Palestina baru bisa dibebaskan dan
Israel dirontokkan setelah sebelumnya menghancurkan negara-negara Syiah
(Suriah, Iran, Lebanon, Irak dan Yaman) lantas mengapa untuk menghancurkan
negara-negara Syiah itu yang dilakukan justru bekerjasama dengan AS yang
merupakan sponsor utama berdirinya negara Israel?
Itulah daftar pertanyaan yang harus dijawab pihak-pihak yang
mengklaim pemicu konflik Suriah adalah pertikaian mazhab dan sedemikian lugu
melakukan pemetaan konflik bahwa semua tragedi di Suriah bermula dari rezim
Suriah yang dikuasai Alawi (baca: Syiah) melakukan teror mematikan atas
komunitas Sunni di Suriah.
Silahkan baca berita mengenai kondisi umat Islam di Tajikistan.
Tajikistan negara pecahan Uni Soviet dengan penduduk 90% muslim tapi dikuasai
rezim yang mengidap penyakit Islamophobia akut. Emomali Sharifovich Rahmonov,
presiden Tajikistan memberlakukan aturan yang memperkosa hak-hak umat Islam di
negara tersebut. Bahkan peraturan-peraturan anti Islam yang diberlakukan lebih
ekstrem dari yang diberlakukan di Barat. Di Tajikistan, penggunaan jilbab
dilarang, laki-laki muslim dilarang memelihara jenggot, anak-anak muda dibawah
18 tahun dilarang memasuki masjid, aktivis-aktivis Islam yang mengajarkan Islam
akan dipenjara dan menjadi tahanan politik bertahun-tahun tanpa melalui proses
peradilan yang jelas, peredaran buku-buku Islam dilarang keras dan kebijakan
anti Islam lainnya. Namun apa ada kecaman Mufti-mufti Islam (khususnya dari
Arab Saudi) terhadap rezim Rahmonov? Apa ada pihak yang mencoba menggulingkan
kekuasaannya dengan alasan membela hak-hak umat Islam di Tajikistan? Apa Assad
memberlakukan kebijakan anti Islam dinegaranya sebagaimana Rahmonov
menerapkannya di Tajikistan?.
Apa belum juga ditemukan benang merahnya, bahwa rezim-rezim di
Timur Tengah bahkan di seluruh dunia, yang jika itu menguntungkan AS maka rezim
itu akan dibiarkan bahkan didukung meski otoriter dan menindas rakyatnya, namun
jika menghambat kepentingan-kepentingan AS maka berambisi untuk dijatuhkan?. Melalui
tangan-tangan media yang dikendalikan AS maka dibentuklah opini publik, bahwa
rezim itu anti demokrasi, tirani, melanggar HAM, anti kemanusiaan bahkan
dimasukkan dalam daftar jaringan terorisme internasional. Ataupun kalau perlu,
menggunakan kekuatan ekonomi dengan memberlakukan embargo untuk melumpuhkan
rezim tersebut, sampai pada tingkat menginvasi, sebagaimana yang dilakukan AS
atas Vietnam, Afghanistan, Irak dan Libya melaui NATO. Sementara Arab Saudi
sebagai kacung AS, memuluskan proyek-proyek AS melalui fatwa-fatwa keagamaan.
Anda
bisa mengecek kembali, apa fatwa ulama-ulama Saudi mengenai Saddam Husain,
Moammar Qhadafi, Osama bin Laden, Hizbullah Lebanon, HAMAS, Ikhwanul Muslimin,
Bashar Assad, Houthi Yaman, rezim Iran dan siapapun yang anti AS?. Kalau bukan
menyebut mereka kafir, minimal menyebut mereka teroris.
Terakhir, silahkan berpikir sebelum bertindak dan meyakini, bahwa
yang terjadi di Suriah adalah gerakan perlawanan rakyat menghadapi pemerintahan
yang zalim untuk menegakkan demokrasi sebagaimana sebelumnya yang diisukan
untuk menjatuhkan Qhadafi di Libya, atau justru yang bertempur adalah
kepentingan korporasi asing untuk mengambil keuntungan atas kekayaan alam
Suriah melawan penguasa yang berpihak pada kepentingan negara dan rakyatnya. Bashar
Assad tidak perlu dibela, dia bukan malaikat yang tidak pernah salah, bukan
pula Nabi yang memimpin dengan bimbingan wahyu, dia tidak sempurna namun
setidaknya oleh rakyat Suriah, dia adalah harapan dan simbol perlawanan, bahwa
Suriah menolak tunduk dan dijajah.
Silahkan.
Ismail Amin,
Qom, 1 Maret 2016
WNI sementara menetap di Iran
* Jika anda merasa ini bermanfaat,
silahkan disebar... Katakan tidak pada perang dan keserakahan.....