Archive for April 2015
Walikota Perempuan Iran dari yang Pertama sampai yang Termuda
Rabu, 29 April 2015
Posted by ismailamin
Tag :
Iran
Kalau di
Indonesia kita mengenal Gubernur Bantern [2007-2014] Ratu Atut Chosiyah sebagai
gubernur perempuan pertama dan Salawati Daud walikota Makassar [1949] sebagai
walikota perempuan pertama di Indonesia, di Iran dikenal Zahra Sadr A’dzham
Nuri sebagai walikota perempuan pertama di Republik Islam Iran. Ia menjabat
Walikota Tehran wil. VII pada tahun 1995 diusia
34 tahun dimasa pemerintahan Presiden Ali Akbar Hasyim Rafsanjani. Ia
adalah doktor dalam manajemen lingkungan.
Pasca menjalani jabatannya sebagai
walikota ia kemudian menjadi kepala dinas lingkungan hidup dan menjadi anggota
dewan majelis. Saat ini menjadi anggota dewan penasehat Presiden Dr. Hasan
Rouhani dalam bidang manajemen lingkungan hidup dan tata kota.
Selain Zahra Sadr A’dzham Nuri, terdapat sejumlah walikota perempuan lainnya di beberapa kota Iran, walaupun sampai saat ini, tidak ada lagi dari kaum perempuan Iran yang menjabat sebagai walikota Tehran.
Pada tahun 2003 di kota
Saweh terpilih Mehri Rustai Girayalu sebagai walikota di kota tersebeut. Ia
menjabat posisi prestisius tersebut sampai tahun 2005. Ilhah Mawali Zadeh
perempuan Iran lainnya yang menduduki jabatan walikota. Ia menjabat walikota
Ahvaz wil. II pada tahun 2007. Ia lulusan jurusan ekonomi dan ilmu sosial di
Universitas Chamran.
Mutsiqan
Nuri pada tahun 2003 terpilh sebagai walikota di Amlash di Provinsi Ghilan dalam
usia 34 tahun. Ia adalah sarjana matematika dan pasca menunaikan amanah sebagai
walikota ia menjadi ketua DPRD kota Amlash. Saat ini ia aktif menjadi tenaga
pengajar di universitas di kotanya.
Kota
Masyhad juga tidak ketinggalan. Kota tempat dimakamkan Imam Ridha As ini
mempersembahkan Shararah Ma’daniyan sebagai walikota Masyhad wil. VI pada tahun
2005. Di kota Tabriz, Syaiftah Badar Adzar usia 43 tahun menjadi walikota
Tabriz wil. VII pada tahun 2009.
Walikota
perempuan lainnya di Iran adalah Maryam Pakezad. Ia menjadi walikota Laulaman di
provinsi Ghilan dalam usia 32 tahun pada tahun 2012. Ia lulusan S2 Universitas
Ghilan jurusan IT. Sampai saat ini ia masih memegang jabatan sebagai walikota. Ia
sempat memegang rekor sebagai walikota termuda di Iran, yang menduduki jabatan
tersebut di usia 32 tahun, sampai kemudian dipecahkan oleh walikota lainnya
yang juga dari seorang perempuan bernama Samiyah Bluchzahi. Ia terpilih sebagai
walikota Kalat [ibu kota Sarbaz] di Provinsi Sistan-Bluchistan dalam usia 26
tahun.
Menariknya ia warga Iran bermazhab Ahlus Sunnah dan mengantongi titel
Master dalam bidang manajemen Industri yang diraihnya di Universitas Ulum wa
Tahqiqat Tehran.
Namun
rekor inipun berhasil dipecahkan oleh Syakufah Syahabih Pur, yang menjabat
walikota Sargez Ahmadi di provinsi Harmezghan dalam usia 23 tahun. Saat
menjabat ia masih tercatat sebagai mahasiswa S2 jurusan arsitektur di
Universitas Bandar Abbas. Dua orang walikota yang terakhir ini, selain tercatat
sebagai yang termuda, keduanya juga walikota di Iran yang belum menikah saat
menduduki jabatan tersebut.
Fakta-fakta
ini menunjukkan, perempuan-perempuan muda Iran tidak kalah bersaing dari kaum
prianya, termasuk dalam menduduki jabatan prestisius di pemerintahan kota.
Ismail Amin, sementara menetap di Qom Iran
Begini, ditiap negara bagaimanapun
seorang tokoh dielu-elukan dan dipuja, ada saja segelintir orang yang menaruh
kebencian dan permusuhan, baik itu dari dalam negeri, maupun dari pihak asing.
Dan agar kecintaan dan loyalitas rakyat menjadi luntur atas ketokohannya, maka
dirasa perlu untuk dibuatkan fitnah dan isu yang membuat martabat dan
kehormatannya jatuh dimata pendukungnya. Apapun dan bagaimanapun cara yang
ditempuh. Kalau ide-ide dan pemikirannya tidak bisa dilemahkan, maka yang
diserang adalah pribadinya, tampilan fisiknya, cara berpakaian dan logat
bicaranya. Namun jika dari kepribadiannya pun tidak ditemukan titik cacatnya,
maka yang dihantam adalah silsilah keluarganya.
Kita ingat, meskipun Prabowo tetap
mendapatkan black campaigne dari kubu rivalnya, namun tidak seseram apa yang
didapat oleh Jokowi. Silsilah keluarganya, dipreteli. Ia disebut keturunan PKI,
keturunan Tionghoa bahkan aslinya beragama Kristen. Tentu saja untuk
meyakinkan, maka dibuatlah data-data dan kesaksian-kesaksian yang katannya
orang terdekat. Meski sampai sekarang kecinaan’nya
tidak terbukti, tidak sedikit yang mempercayainya.
Saking ‘ilmiah’nya
fakta-fakta yang disodorkan, bahkan termasuk kealumnian Jokowi dari UGM pun diragukan
kebenarannya. Prabowo dibuatkan isu punya pacar orang Thailand, dengan
data-data yang seolah akurat. Begitupun
dengan SBY, setelah terpilih jadi Presiden, baru status istrinya, Ani Yudoyono
diungkit sebagai bukan istri pertama SBY melainkan yang kedua.
Kejadian seperti ini tidak hanya ada
di Indonesia. Masa kampanye presiden AS, Obama diisukan gay. Bahkan istrinya
disebut aslinya laki-laki yang bernama Michael Robinson yang kemudian melakukan
operasi transgender. Anak-anaknya bukanlah anak kandung, melainkan sekedar anak
yang mereka pungut dan asuh. Bukti-bukti ‘otentik’ disodorkan. Foto-foto
Michael sebelum berubah menjadi Michelle disebar kepublik. Kesaksian dan
pengakuan dari orang dalam Istana disodorkan, sehingga isu itu betul-betul
tampak sangat meyakinkan.
Nah, terlebih lagi di Iran. Ahmadi
Nejad oleh tim kampanye rivalnya, dibuatkan isu bahwa ia keturunan Yahudi dan
bukan berkebangsaan asli Iran, tapi usaha itu tidak berhasil, karena ia
terpilih sampai dua periode menjadi presiden Iran. Imam Ali Khamenei diterpa
tudingan bahwa dengan posisinya sebagai pimpinan tertinggi Iran, ia hidup
korup, glamour dan bermewah-mewahan, meski akhirnya terbukti, kursi tamunya
yang dipakai sejak 20 tahun lalu, masih terpakai sampai sekarang, dan hanya
berganti cat saja, saking sederhananya.
Berkenaan dengan Imam Khomeini,
musuhnya bukan hanya dari orang dalam Iran, namun juga orang luar yang
kepentingannya atas Iran diputus dan diluluh lantakkan.
Meski rakyat yang sepakat Iran
menjadi Republik Islam dengan Imam Khomeini sebagai pemimpin tertingginya,
sebanyak 98,2 %, namun tetap saja ada segelintir orang yang anti Revolusi Islam
dan anti Imam Khomeini, khususnya dari sisa-sisa partisipan Syah Pahlevi.
Merekalah yang bekerja under ground menyebar isu-isu yang tidak sedap
mengenai Imam Khomeini. Mulai dari pembajakan revolusi yang katanya direbut
dari kelompok kiri, maupun menyerang kepribadian Imam Khomeini.
Karya-karyanya
dipelintir, pernyataan-pernyataannya di salah artikan, sampai dibuatkan buku
yang seolah ilmiah dan faktual, Lillahi,
Tsumma li Tarikh yang mengaku sebagai
muridnya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul yang
provokatif, Mengapa Saya Keluar dari Syiah. Kemudian hari buku itu dipreteli
kedustaan dan data-data rekayasa yang terdapat di dalamnya.
Sama halnya sebagian tokoh besar lainnya yang
berusaha untuk dikerdilkan, silsilah Imam Khomeini juga di otak-atik.
Sekali
lagi dengan data yang seolah ilmiah, Kakek Imam Khomeini disebut berasal dari India dan beragama Sikh, lengkap dengan foto hitam putih
yang diklaim memperkuat faktanya sehingga otomatis kesayyidannya sebagai
keturunan Nabi Muhammad Saw digugat dan dipertanyakan. Termasuk orisinalitas
ajaran dan pandangannya yang diklaim bercampur baur dengan paham para
pendahulunya yaitu agama Sikh, sehingga tidak layak mengatas namakan Islam.
Tulisan ini bukan untuk membantah,
atau untuk menunjukkan kepalsuan tuduhan tersebut, yang dimanfaatkan segelintir
orang di Indonesia untuk menunjukkan kesesatan dan kekufuran Syiah. Yang
berwenang mengurusi silsilah Imam Khomeini adalah pemerintah Iran, yang tentu
memiliki tim khusus untuk menyelidikinya. Saya hanya mau mengatakan, lihat apa
yang disampaikan Imam Khomeini, dan apa yang telah dipersembahkannya. Apakah
yang disampaikannya baik dalam orasi maupun tulisan-tulisannya ada yang
bertentangan dengan Islam dan nilai-nilai kemanusiaan? Apakah ada yang
diperbuatnya yang membuat Islam diremehkan dan dipermalukan? apakah ada dari
kebijakannya yang meruntuhkan sendi-sendi ajaran Islam?
Ingat, nukil itu dari
bukti otentik yang disampaikan Imam Khomeini, bukan dari karyanya yang dibajak,
diterjemahkan dan dipahami serampangan.
Ketika kau membenarkan bahwa paham
seorang tokoh sangat dipengaruhi oleh paham nenek moyangnya, maka ragukanlah
apa yang telah dipersembahkan Imam Bukhari untuk dunia Islam. Kakek Imam
Bukhari bernama Bardizbah, bukan saja ia seorang berkebangsaan Persia, namun
juga beragama Majusi.
Kalau kau meyakini, Syiah adalah agama
bentukan orang-orang Persia yang dendam kepada umat Islam yang meruntuhkan
kebesaran imperiumnya, maka Imam Bukhari yang keturunan Persia dan cucu seorang
Majusilah yang patut kau curigai hendak menghancurkan Islam.
Tapi kan ternyata tidak. Umat Islam
malah memposisikan persembahan Imam Bukhari memiliki derajat teratas setelah
Al-Qur’an dibandingkan kitab-kitab yang disusun muhaddits lainnya.
Artinya apa?.
Pertama, kalaupun benar Imam
Khomeini keturunan India, memangnya kenapa? toh orang Iran sendiri menerimanya
sebagai pahlawan bagi kemerdekaan Iran dari kezaliman dinasti Pahlevi, dan
sampai sekarang ia tetap dielukan dan dicintai.
Kedua, kalaupun benar kakeknya
beragama Sikh, lantas kenapa? apa lantas ide-ide pemikiran dan karya-karyanya
akan terkontaminasi oleh keyakinan kakeknya?.
Toh, hal yang saja juga berlaku
kepada Imam Bukhari, Amir
al-Mu'minin fi al-Hadith. Yang
meskipun kakeknya orang Persia ia tetap dibanggakan umat Islam termasuk
orang-orang Arab, dan meskipun kakeknya beragama Majusi, karyanya tetap
diagungkan, dan dianggap paling sahih kedudukannya setelah Al-Qur’an.
Selamat
mencerna, cukuplah dikatakan pendusta, kata Nabi Saw, mereka yang mempercayai
dan menyebarkan apa saja yang didengarnya…
Keterangan foto: Foto diatas diklaim sebagai Imam Khomeini dimasa kecil, beserta kakeknya yang
menggendong, padahal foto ini Maharaja King Anand Rao, raja kecil di salah satu kabilah di India.
Ini sumbernya: https://www.pinterest.com/pin/403987029046110739/
Ini sumbernya:
NB:
Buat Fimadani, Islam pos dan media2 anti Iran dan Syiah, jangan lantas karena
sumbermu berbahasa Persia mengenai Republik Islam Iran dan Imam Khomeini kaupun
menganggap itu bukti otentik, karena tidak sedikit orang Iran sendiri yang
besar kebencian dan permusuhannya terhadap Republik Islam Iran dan Imam
Khomeini… sehingga tidak segan, membuat2 berita palsu dan fitnah-fitnah
murahan… ya, sama persis, sebagaimana yang biasa kau lakukan ^_^
Kita bisa adu argumen, kelompok anti syiah itu mengandalkan apa
untuk menyebut syiah itu sesat bahkan bukan Islam?
Ini sepuluh diantaranya yang menjadi andalan mereka.
Pertama, mengandalkan buku Panduan MUI Pusat “Mengenal
dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di indonesia.” Buku tipis yang tidak
berstempel MUI dan tidak pula ditandatangani pejabat MUI Pusat, sebagaimana
buku-buku resmi MUI lainnya.
Kedua, mengandalkan fatwa MUI Jatim. Fatwa bersifat lokal tapi
dipaksakan untuk diberlakukan diseluruh Indonesia.
Ketiga, mengandalkan ucapan Imam Syafi’i rahimahullah
dan Imam-imam mazhab lainnya, yang menyebutkan syiah sesat, pendusta bahkan
kafir. Padahal di teks aslinya adalah rafidah, bukan syiah. Bahkan sebagian
ulama Syiah sendiri menganggap sesat kelompok rafidah. Mengandalkan
ayat-ayat al-Qur’an yang mereka tafsirkan sesuai dengan kepentingan mereka, dan
menafikan adanya penafsiran lain yang juga absah. Mengandalkan hadits-hadits
dan riwayat yang lemah, padahal tidak sedikit hadits dan riwayat shahih yang
justru terdapat dalam literature muktabar Ahlus Sunnah sendiri yang
menjustifikasi kebenaran mazhab Syiah. Seperti hadits 12 khalifah, hadits Gadir
Khum, hadist Ashab al Kisa, hadits sujud diatas tanah dan seterusnya.
Keempat, mengandalkan fatwa ulama-ulama Saudi atau
ulama-ulama yang berafiliasi pada mazhab yang berkembang di Saudi. Padahal
ulama-ulama lain juga punya fatwa, utamanya ulama-ulama al Azhar Mesir yang
menyebutkan Syiah adalah mazhab sah dalam Islam.
Kelima, mengandalkan kesepakatan 200 orang yang
berkumpul di Bandung dan kota lainnya, yang katanya kesemuanya adalah ulama
yang telah mendeklarasikan ANAS, Aliansi Nasional Anti Syiah dan menyerukan
kesesatan dan kekafiran Syiah. Sementara Risalah Amman di Yordania
ditandatangani kurang lebih 500 ulama Sunni dan Syiah dan menyepakati
mazhab-mazhab yang sah dalam Islam termasuk Syiah.
Keenam, mengandalkan ucapan ulama-ulama dan tokoh-tokoh
Indonesia yang anti Syiah termasuk tokoh NU dan Muhammadiyah. Padahal ulama dan
tokoh-tokoh Indonesia yang mengakui keberadaan Syiah sebagai mazhab Islam jauh
lebih banyak, lebih populer dan lebih tinggi dari sisi keilmuan, ketawadhuan,
pengalaman, kharismatik dan posisi jabatan strukturalnya, bahkan lebih banyak
karya-karyanya. Diantara mereka ada Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ketua Umum MUI
Pusat, Ketua Umum PB Nahdatul Ulama, pejabat Kementerian Agama, Rektor dan
guru-guru besar UIN se Indonesia dan seterusnya, bahkan mereka telah
berkali-kali mengunjungi Iran yang dikenal sebagai pusat pendidikan mazhab
Syiah dan berdialog dengan ulama-ulama besar Syiah.
Sementara yang anti Syiah, mengandalkan buku-buku anti Syiah
yang ditulis oleh penulis-penulis Indonesia yang tidak pernah mengunjungi
langsung pusat pendidikan Syiah di Qom dan di Najaf, tidak pernah menghadiri
majelis ulama-ulama Syiah dan tidak pernah pula melakukan dialog langsung
dengan satupun ulama marja Syiah. Jadi wajar kalau kesimpulan yang diambil
malah bias, dan tidak obyektif.
Ketujuh, mengandalkan konflik di Suriah, bahwa rezim
Bashar Asad yang Syiah telah melakukan pembantaian dan pembunuhan keji kepada
rakyatnya yang Ahlus Sunnah. Padahal kenyataannya, Suriah malah memberikan
pengungsian kepada warga Palestina yang Ahlus Sunnah di camp Yarmouk,
mengizinkan pendirian kantor HAMAS di Damaskus yang di Indonesia saja dilarang
dan berkali-kali melakukan kontak senjata langsung dengan militer Israel. Dan
terbukti pula, bahwa kelompok-kelompok militan yang melakukan agresi ke Suriah
dan hendak menjatuhkan Bashar Asad adalah kelompok-kelompok teroris, yang
bahkan dengan bangga memamerkan aksi-aksi kekejiannya lewat video-video amatir.
ISIS telah difatwakan oleh ulama bahkan termasuk ulama Arab Saudi sendiri
sebagai kelompok yang telah keluar dari Islam.
Kedelapan, mengandalkan buku, mengapa saya keluar dari
Syiah karya Sayyid Husain Musawi. Katanya penulisnya adalah ulama Syiah dan
keturunan Ahlulbait, tapi tidak disebutkan silsilahnya, orangtuanya,
guru-muridnya, murid-muridnya, bahkan karya-karyanya kecuali buku tipis 153
halaman tersebut. Padahal sudah menjadi kelaziman kesemuanya itu harus
disebutkan dalam catatan biografi seorang ulama. Bahkan pada penjelasan
dalam bukunya dia memperkenalkan diri sebagai seseorang yang memiliki kedudukan
istimewa disisi Imam Khomeini, dan juga pernah ketemu dengan Sayid Daldar Ali
penulis kitab Asas al-ushul, ulama Syiah abad 19 yang 100 tahun sebelumnya
telah wafat sebelum penulis buku ini lahir.
Buku ini edisi terjemahan bahasa Indonesia pertama kali
diterbitkan tahun 2002, dan masih juga diandalkan sampai sekarang [sudah 12
tahun, mestinya ada ulama Syiah lain yang juga terpengaruh dan keluar dari
Syiah, atau minimal mantan murid-muridnya], meski telah mendapatkan bantahan
dan telah dibuktikan kedustaannya. Di Timur Tengah sendiri buku ini tidak laku,
dan tidak lagi mengalami proses naik cetak secara resmi, kecuali dicetak secara
indie, untuk mengelabui masyarakat awam.
Kesembilan, mengandalkan foto-foto editan, kisah-kisah palsu
dan berita-berita bohong. Diantara foto editan yang paling sering diandalkan
adalah foto prosesi pemakaman Imam Khomeini yang katanya kain kafan dan
mayatnya sampai tercabik-cabik dan dipermalukan. Foto ini dibantah dengan video
prosesi pemakaman jenazah Imam Khomeini, yang bahkan pada hari Hnya disiarkan
secara live di seluruh dunia. Kisah palsu yang diandalkan adalah kisah
pertemuan Syaikh Ahmad Deedat dengan ulama-ulama Syiah di Iran, setelah Kisah
Pasien Terakhir tidak lagi bisa diandalkan karena telalu vulgar kepalsuannya.
Syaikh Ahmad Deedat tidak tanggung-tanggung dibawa-bawa untuk
menjadi aktor sebuah drama palsu. Padahal kisah tersebut, caplokan dari
kitab "Munazharat fil-Imamah" Juz ke-3, karya
Syaikh Abdullah Al-Hasan. Adapun judul asli dari kisah itu adalah, "Munazharat
Ats-Tsaminah wa Khamsun: Munazharat Al-'Allamah Hilli Ma'al 'Ulama Al-Madzahib
Al-Arba'ah bi Mahdhar-i Syah Khuda Bandeh" yang artinya Perdebatan
yang ke-58: Perdebatan Allamah Hilli bersama Para Ulama Empat Mazhab dengan
Kehadiran Syah Khuda Bandeh. Tapi kemudian, dengan mengatasnamakan Syaikh
Ahmad Deedat rahimahullah, kisah itu diputar balikkan. Syaikh sendiri pernah ke
Iran tanggal 3 Maret 1982, justru bukan untuk berdebat tapi menyampaikan pidato
yang menegaskan pentingnya persatuan Islam, begini diantara kutipannya:
“Saya katakan kenapa Anda tidak bisa menerima saudara Syiah
sebagai mazhab kelima? Hal yang mengherankan adalah dia (Syiah) mengatakan
kepada Anda bahwa dia ingin bersatu dengan Anda. Dia tidak mengatakan tentang
menjadi Syiah. Dia berteriak “Tidak ada Sunni atau Syiah, hanya ada satu hal,
Islam.” Tapi kita mengatakan kepada mereka “Tidak, Anda berbeda. Anda Syiah”.
Sikap seperti ini adalah penyakit dari setan yang ingin memecah kita. Bisakah
Anda membayangkan, kita Sunni adalah 90% dari muslim dunia dan 10% adalah Syiah
yang ingin menjadi rekan saudara satu iman tapi yang 90% ketakutan. Saya tidak
mengerti mengapa Anda yang 90% menjadi ketakutan. Mereka yang seharusnya
ketakutan.”
Kalau berita-berita bohong, terlalu banyak yang harus
diklarifikasi. Mereka membuat-buat dan menyebarkannya dengan begitu ringannya
seakan-akan kelak tidak dimintai pertanggungjawaban. Wallahu al Mustaan.
Kesepuluh, mengandalkan , fitnah, prasangkaan, kecurigaan,
kebencian, fanatisme buta, umpatan, kata-kata kasar dan ancaman bunuh. Ketika
semua fakta telah diajukan, argumentasi telah diberikan, hujjah telah
dipaparkan, dan bukti-bukti tidak lagi bisa mereka bantah, maka mereka akan
mengandalkan kebencian untuk tetap menunjukkan permusuhan.
Kata-kata laknat, makian, umpatan dan ancaman mati menjadi
santapan sehari-hari bagi mereka yang diklaim Syiah. Argumentasi apapun yang
diberikan, mental dihadapan mereka, dengan alasan Syiah itu pendusta, pembohong
dan tidak layak untuk dipercaya dan didengar kata-katanya. Buku-buku penulis
Syiah, hatta itu bukan tema keagamaan tetap harus diwaspadai, dicurigai dan
sangat membahayakan bagi mereka. Mereka bahkan sampai repot-repot untuk membuat
list daftar buku-buku Syiah yang harus dijauhi dan terlarang untuk dibaca.
Mereka menyebar fitnah, Syiah al-Qur’annya beda, melakukan
praktik nikah mut’ah meskipun dengan istri orang lain, meski tanpa izin wali
dan tanpa membutuhkan masa iddah, melaknat dan mencaci maki sahabat dan
istri-istri Nabi, pendusta dan melukai diri dengan berdarah-darah di hari
Asyura. Ini semua sudah dibantah dalam banyak tulisan-tulisan ulama dan
cendekiawan syiah.
Intinya, kalau bukan muslim, mengapa mereka yang Syiah tetap
dibolehkan memasuki Haramain?, sementara konsideran agama kita jelas, bahwa
orang-orang kafir dan musyrik diharamkan untuk memasuki Haramain. Syiah bahkan
diberikan izin dan perlakuan khusus untuk bisa menjalankan tradisi-trasisi khas
mereka di tanah haram pada musim haji dan umrah.
Sumber mereka buku-buku anti Syiah, akun-akun palsu di Twiter
dan Fesbuk, video-video yang tidak jelas sumbernya di Youtube, ceramah-ceramah
ulama Syiah yang tidak muktabar dan mengorek-ngorek fatwa-fatwa ulama Syiah
tempo dulu yang sudah tidak berlaku.
Sumber mereka buku-buku anti Syiah, akun-akun palsu di Twiter
dan Fesbuk, video-video yang tidak jelas sumbernya di Youtube, ceramah-ceramah
ulama Syiah yang tidak muktabar dan mengorek-ngorek fatwa-fatwa ulama Syiah
tempo dulu yang sudah tidak berlaku.
Ini sepuluh andalan mereka yang anti Syiah untuk
mempropagandakan kepada masyarakat muslim Indonesia, bahwa Syiah itu sesat,
kafir dan sangat membahayakan eksistensi NKRI. Sesuatu yang tidak terbukti,
sebab Syiah sudah ada di nusantara ini, jauh sebelum republik ini terbentuk.
Wallahu’alam Bishshawwab
Ismail Amin, sementara menetap di Qom-Iran
Menceritakan apapun tentang Iran,
cenderung dicurigai membawa misi tertentu. Namun saya merasa terpanggil untuk
menceritakannya, terutama karena banyaknya hal yang bisa menjadi pelajaran bagi
bangsa kita. Iran, sebuah negeri fenomenal yang mendapat simpatik, pujian,
pembelaan dan hujatan sekaligus.
Negeri yang lewat CNN, Amerika menyebutnya sebagai
bangsa yang keras kepala, yang oleh sebagian kaum muslimin menjadikan Iran
sebagai kebanggaan baru, kiblat alternatif pergerakan dan perlawanan terhadap
hegemoni Amerika namun sebagiannya lagi tetap juga memasang wajah permusuhan
dan kecurigaan. Iran dengan mazhab Syiah mayoritas rakyatnya, tetap dinilai
sebagai musuh dan diluar Islam.
Apapun yang berasal darinya dicurigai sebagai
kedok semata untuk memberangus dan menghancurkan Islam dari dalam. Apapun yang
berasal darinya, fiqh, hadits, tradisi, teologi, filsafat bahkan
penemuan-penemuan mutakhirnya diisolasikan dan dipinggirkan dari dunia Islam.
Syiah sering mendapat tuduhan dan fitnah
sebagai agama tersendiri dan bukan bagian dari Islam. Namun, bagai pepatah,
anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu,
Iran dengan masyarakatnya yang
mayoritas Syiah menjawab segala tuduhan-tuduhan dan berbagai tudingan miring
dengan kerja-kerja positif yang nyata. Iran menjadi negara terdepan dan paling
aktif memberikan pembelaan atas penindasan yang masih juga dirasakan rakyat
Palestina. Tidak sekedar melalui diplomasi politik, Pemerintah
Iran juga memberikan bantuan secara
nyata dengan menjadikan Palestina tidak ubahnya salah satu provinsi yang
menjadi bagian negaranya,dengan menanggung gaji pegawai di tiga departemen.
Menanggung hidup 1.000 pengangguran senilai 100 dolar setiap bulannya.
Membiayai total pembangunan gedung kebudayaan, perpustakaan serta renovasi
1.000 rumah yang hancur dengan total biaya 20 juta dolar. Belum lagi bantuan
lainnya yang diberikan tanpa persyaratan apapun. Pembelaan dan dukungan Iran
atas perlawanan rakyat Gaza menghadapi agresi militer Israel akhir tahun 2012
kemarin, membuat pimpinan HAMAS mewakili rakyat Gaza menyampaikan rasa
terimakasihnya secara terbuka kepada Iran.
Dengan keberhasilan meluncurkan roket
pembawa satelit "Safir Omid" dan sebuah maket satelit percobaan di
orbit bumi, Iran menjadi negara regional pertama yang mandiri tanpa bantuan
asing, baik dalam membuat satelit maupun dalam meluncurkan dan mengontrolnya.
Semakin diserang dengan propaganda negatif dari berbagai arah, ulama-ulama,
ilmuan-ilmuan, olahragawan, sampai seniman mereka seakan berlomba-lomba untuk
menunjukkan prestasi dan menampakkan kecemerlangan Islam. Lihat saja apa yang
dilakukan ilmuan mereka, hampir dalam hitungan hari, ada yang mematenkan penemuan-penemuan
baru mereka. Perkembangan sains di
Iran dapat dilihat dari perkembangan publikasi ilmiah yang mereka hasilkan.
Dalam penelitian 'string teory', kimia dan matematika, Iran merupakan nomor 15
di dunia, bersaing ketat dengan Amerika Serikat dan negara-negara eropa. Dalam
artikel D. A. King yang dipublikasikan di Nature (15/7/2004) berjudul 'The
scientific impact of nations' yang analisisnya menyatakan bahwa Iran merupakan
satu-satunya negara Islam yang termasuk ke dalam negara memiliki 'The scientific
impact of nations' tertinggi di dunia. Bahkan
Jurnal Newscientist terbitan Kanada menyebutkan kemajuan ilmu pengetahuan di
Negara Iran sebelas kali lebih cepat dibandingkan Negara-negara lainnya
didunia. Daftar 100
orang jenius dunia yang masih hidup yang dikeluarkan oleh firma konsultan
global Creators Synectics, Ali Javan
pakar teknik (penemu gas laser) dan Pardis Sabeti ahli biologi anthropologi
yang keduanya berkebangsaan Iran termasuk di antaranya.
Kaum perempuan Iran tidak ketinggalan dari saintis yang umumnya laki-laki. Dalam
Festival Internasional Para Penemu Perempuan yang pertama kali digelar di Korea Selatan tahun
2008, Republik Islam Iran ikut bersaing dalam ajang kompetisi tersebut dan
berhasil menggondol 12 medali emas, lima perak dan enam perunggu. Maryam Islami dari Iran menyandang gelar
sebagai penemu perempuan terbaik tahun 2008, padahal saat itu Maryam Islami
masih mahasiswa tingkat lima fakultas kedokteran. Lebih dari itu, kita juga
mengenal Shirin Ebadi muslimah pertama peraih Nobel juga berasal dari Iran. Hal inilah yang 'memaksa'
ulama besar Universitas al Azhar Mesir, Syaikh Thantawi menyatakan,
"Kemajuan ilmiah yang telah dicapai Republik Islam Iran merupakan kemajuan
dunia Islam dan kebanggaan bagi seluruh umat muslim."
Pada bidang seni kaligrafi, kaligrafer Iran Roin Abar Khanzadeh berhasil membuat Al-Qur'an
terkecil yang memecahkan rekor dunia. Yang menarik Al Quran terkecil ini
ditulis dengan mata telanjang oleh penulisnya dan bila dijejer hanya menempati
ukuran kertas A3. Saat ini sudah ada 1000 pusat lembaga kegiatan berbasis Al
Quran di seantero kota Iran yang sedang aktif dan ada seribu perpustakan dan
Bank CD Qurani di pusat-pusat kegiatan AlQur'an di Iran. Telah berkali-kali
Iran menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pameran Al-Qur'an Internasional. Dengan
tingkat apresiasi yang tinggi terhadap Al-Qur'an wajar jika Iran menghasilkan
banyak Mufassir terkemuka dalam dunia Islam, diantaranya Allamah Mohammad
Husain Thabatabai, penulis tafsir Al Mizan.
Dalam dunia perbukuan dan penerbitan, dibanding negara-negara Islam
lainnya, Republik Islam Iran bisa ditetapkan sebagai yang terdepan. Pameran
Buku Internasional Teheran merupakan program pemerintah Iran setiap tahunnya
yang mendapat posisi istimewa dalam kalender para penerbit internasional.
Berdasarkan data yang dirilis, Pameran Buku Internasional Tehran adalah pameran
buku terbesar dunia Islam dan menjadi fenomena budaya terbesar negara-negara di
Timur Tengah. Hasil-hasil karya dan apresiasi mereka menunjukkan minat mereka
yang demikian tinggi terhadap ilmu pengetahuan, wajar jika kemudian Iran
termasuk dalam deretan negara-negara maju. Inilah yang membuat Amerika gentar
dan khawatir, lewat propaganda-propaganda negatif, melalui tekanan dan embargo
ekonomi, mereka berusaha menghambat pertumbuhan dan kemajuan Iran. Sayang,
hanya karena beda mazhab, di antara propaganda miring itu, juga disebar dan
gencar dilakukan oleh sebagian kaum muslimin sendiri. Kalau hanya karena
mazhabnya berbeda, Syiah dianggap agama lain, dan Iran keluar dari Dunia Islam,
kebanggaan apa yang dimiliki Dunia Islam hari ini? Negeri mana-selain Iran-yang
dianggap paling mewakili semangat keilmuan dan kedigdayaan Islam?.
Ismail Amin, sementara menetap di Iran
Setahu saya, tidak ada yang lebih membuat
seseorang lebih dikenal dan menjadi besar kecuali lewat transkrip-transkrip
pemikiran yang dituliskannya pada berlembar-lembar kertas yang kemudian kita
menyebutnya buku. Tidak bisa dipungkiri, kehidupan kita bisa jadi lebih mudah
dengan ditemukannya alat-alat teknologi yang dikekinian semakin canggih dan
beragam, ataupun banyak nyawa-nyawa kritis yang terselamatkan dengan semakin
modernnya peralatan medis.
Namun adakah yang bisa membendung dan menyembunyikan
nama besar seseorang yang terlahir lewat buku ?. Bukankah nama-nama penemu
dunia justru kalah populer dibanding para penulis buku ?. Setiap saya berbicara
tentang buku, ingatan saya tidak bisa lepas dari Muhammad Hatta. Orang besar
yang dimiliki bangsa ini pernah menulis, “Selama aku bersama buku kalian boleh
memenjarakanku di mana saja; sebab dengan buku pikiranku tetap bebas."
Lewat tulisan yang dimuat dalam buku
Memoir yang ditulisnya sendiri, Muhammad Hatta ingin menunjukkan betapa ia
sangat mencintai buku. Bentuk cintanya, tidak hanya dengan membacanya, namun
juga membuat buku sendiri. Alam Pikiran Yunani adalah bukti konkret betapa ia
memiliki kecintaan yang meluap-luap, sekaligus membuktikan bahwa pikirannya
benar-benar bebas merdeka meskipun tubuhnya terpenjara. Buku 'Alam Pikiran
Yunani' ditulisnya selama mendekam di Digul 1934 dan berlanjut di Pulau Ende
pada 1936. Dari penjaralah, "Alam Pikiran Yunani" lahir.
Di sini Hatta tidak sendiri. Saya kira
setiap pemimpin pergerakan dan orang-orang yang kemudian hari menjadi besar itu
tidak pernah bisa jauh dari buku. Buku bagi mereka adalah nyawa. Adalah nafas
panjang. Itulah sumber energi yang menggerakkan tubuh dan jiwa mereka. Dengan
membaca, bagi orang-orang seperti Soekarno, Hatta, Soetan Syahrir, Muhammad
Yamin, Tan Malaka sampai Amir Syarifuddin
tidak pernah merasa terpenjara dan perlu merasa takut.
Lihat saja
fragmen terfakhir dari perjalanan hidup Amir Syarifuddin, perdana menteri kedua
dalam sejarah Indonesia
setelah Syahrir. Beberapa jam sebelum di
ekseskusi mati di Solo –karena terlibat dalam peristiwa Madiun 1948- perwira
yang bertugas menjaganya bertanya apa permintaan terakhirnya. Ia menjawab
dengan meminta buku. Maka disodorkanlah buku Romeo and Juliet karangan William
Shakespeare, dan selanjutnya dikisahkan, Amir menghabiskan detik-detik
terakhirnya membaca buku dengan tenang sebelum ditembak mati.
Ini hanyalah salah satu fragmen sejarah
bangsa yang menunjukkan adanya hubungan yang akrab antara revolusi Indonesia
dengan buku. Karenanya tidak berlebihan
kalau Zen Rahmat Soegito mengatakan bahwa Indonesia didirikan diantaranya
oleh orang-orang pecinta, pembaca dan penulis buku. "Banyak sekali fragmen sejarah yang bisa
menggambarkan hal itu", tulisnya.
Sebagaimana yang dikatakan Hatta, pikiran
tidak pernah terpenjara. Begitu pulalah Kartini. Dalam kondisi dipingit di 'sangkar' kadipaten ia belajar autodidak. Majalah atau koran terkenal seperti Maatschappelijk werk
in Indie, De Gids, De Hollandsche Lelie, De Locomotief sampai karya Multatuli
berjudul Max Havelaar di lahapnya.
Dengan bacaan-bacaan ini ia menuliskan
karya-karyanya, tidak hanya buku Door Duisternis Tot Licht (Usai Gelap
Berpendarlah Terang) sebagaima yang telah dikenal tetapi juga tercatat ada dua
buku kebudayaan, yakni Het buwelijk bij de Kodjas (Upacara Perkawinan pada Suku
Koja) dan De Batikkunst in Indie en haar Geschiedenis (Kesenian Batik di Hindia
Belanda dan Sejarahnya). Buku yang kedua ini yang membawa ukiran Jepara
melanglang ke pelbagai penjuru dunia.
Dengan karya-karya itu, maka Kartini bukan
hanya pejuang emansipasi yang lebih dikenal dengan kebayanya, tapi juga ibu
epistolari –meminjam istilah Muhidin M. Dahlan- yakni ibu penulis.
Negeri Para Penulis
Kalau Kartini menulis pergulatan pemikirannya
dalam bentuk surat
dan dikirimkan ke 12 korespondesinya di Belanda. Sjahrir menulis
renungan-renungannya dalam bentuk surat
kepada istrinya di Belanda, Maria Duchateau. Surat-surat inilah
yang kemudian terbit dalam bentuk buku dengan judul Indonesische Overpeinzingen
(dalam edisi Indonesia
berjudul Rantau dan Perjuangan). Inilah renungan kebudayaan paling cemerlang
yang pernah ditulis oleh seorang anak bangsa. Buku ini menunjukkan keluasan erudisi
seorang Sjahrir. Ia mampu meletakkan setiap pokok gagasan dalam konteks alur
perkembangan sejarah intelektual dunia. Sjahrir mampu menjelaskan seperti apa
“hubungan darah” antara satu filsuf dengan filsuf yang lain, dari Johan
Huizinga, Dante, Dostoyevski, Benedotte Croce hingga Nietzche.
Tidak adil kalau
saya tidak menyebut nama Tan Malaka sebagai yang termasuk penulis kawakan yang
dimiliki bangsa ini. Bahkan bagi saya ia harus berada dalam deretan teratas. Ketangguhannya dalam
menulis benar-benar telah teruji. Produktivitas dan staminanya betul-betul
tanpa tanding. Penjara, pengasingan, pembuangan dan penyakit akut tak akan
pernah mampu membuatnya berhenti menulis. Hanya kematian yang bisa
menghentikannya menulis.
Coba anda bayangkan, di tengah situasi yang begitu
berbahaya pada masa kekuasaan Jepang, Tan Malaka masih mampu menerbitkan sebuah
buku dahsyat berjudul Madilog. Tan Malaka menulis Madilog dalam situasi yang
sangat terbatas, tanpa referensi, seluruh kutipan diambil dari ingatannya
belaka, dengan bahan tulis yang terbatas dalam persembunyiaannya, memaksanya
menulis Madilog dengan huruf-huruf yang sangat kecil. Madilog berbicara nyaris
tentang semua aspek kehidupan, dari mulai filsafat, ekonomi, kebudayaan,
sosiologi, sejarah hingga sains modern, yang meliputi dari matematika, kimia,
fisika hingga astronomi. Bukunya menununjukkan betapa hebatnya ia sebagai orang
asia, sebagai orang timur dan sebagai orang Indonesia . Dan orang ini pula yang
dalam pekik perang kemerdekaan, dalam suasana perang mempertahankan kemerdekaan,
masih sempat-sempatnya menerbitkan buku yang berjudul Moeslihat. Bahkan dalam
pemenjaraan yang tak jelas selama periode 1946-1948, Tan Malaka tetap
meneruskan aktivitas intelektualnya.
Di penjara itulah Tan Malaka, di
antaranya, menulis From Jail to Jail atau Dari Penjara ke Penjara. Hanya peluru
tentara republiklah yang kemudian menghentikan aktivitas menulis Tan Malaka.
Soekarno sebagai Presiden pertama republik inipun tidak pernah bisa lepas dari
kerja-kerja intelektual, membaca dan menulis. Meski negara yang dipimpinnya
tengah mengalami kondisi politik dan ekonomi yang porak-poranda ia masih sempat
juga menulis dan menerbitkan buku Sarinah,
Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia , 1947.
Karenanya, tidak berlebihan jika menyebut
Negara ini dibangun dan diperjuangkan oleh orang-orang yang memiliki kecintaan
terhadap buku yang melimpah.
Tradisi
cinta buku tidak bolehlah mati. Dan yang paling bertanggung jawab adalah
orang-orang melek huruf di negeri ini. Ini penting untuk
dilakukan sebab -mengutip Hernowo- "Buku telah membuktikan kepada dunia
bahwa dirinya mampu membuat peradaban dapat bertahan dalam kebaikan atau,
bahkan terus meningkat menjadi sesuatu yang lebih baik". Sebab jika tidak,
bangsa ini akan menanggung dosa sejarah terhadap para pendahulunya. Negeri
ini tidak hanya dibangun dari tetesan
keringat dan darah tapi juga tinta.
Ismail Amin, sementara menetap di Iran.
"Segala produksi ada di sini, menggoda kita untuk memiliki, hari-hari kita diisi hasutan hingga
kita tak tahu diri sendiri….”
(Mimpi yang Tak Terbeli, Iwan Fals)
Dari sepenggal bait syair lagu
yang saya jadikan head line tulisan ini, Iwan Fals ingin memberikan warning
sebuah efek iklan yang tidak hanya sekedar meningkatkan kesadaran akan
pentingnya penggunaan barang yang ditawarkan tapi juga efek dramatis dan tragis
yakni menjadikan orang-orang tidak lagi mengenal dirinya, bahasa kasarnya tidak
tahu diri dan secara pelan tapi pasti menuju proses pembinatangan (bahasa
halusnya dehumanisasi).
Bahasa
menggambarkan kekuatan terselubung dari iklan yang dapat memberangus
alam bawah sadar umat manusia yang
seakan tak mampu untuk dibendung lagi kemagisan
kata-katanya. Tiap hari kita di serang dengan kata-kata, “Anda adalah apa yang
anda kenakan.”, “Anda adalah apa yang anda makan.” “Anda begitu berharga,
(karenanya kenakan kosmetika ini).” dan berondongan kata-kata menghasut
lainnya.?. Akibatnya, kita lihat dengan kasat mata rakyat Indonesia semakin
terberangus kemerdekaannya, dan semakin tak berdaya dalam menjaga diri dari
penjajahan gaya hidup dan mimpi-mimpi kosong yang ditawarkan media massa –yang
dengan bertiupnya angin reformasi, makin menggila dalam menyajikan mimpi-mimpi
yang terkadang menghina akal sehat-.
Sebagaimana yang dikatakan Rasulullah, bahwa
sesungguhnya diantara bayan adalah sihir (H.R Bukhari). Bayan ? Apakah bayan
itu? , bayan adalah komunikasi, baik dalam arti yang luas maupun dalam
pengertian yang sempit. Yakni ungkapan kata atau penjelasan. Dan sebagai salah
satu bentuk komunikasi baik secara audiovisual maupun tulisan setiap penampilan
iklan didalamnya ada sihir, ada pengaruh
yang bisa ditimbulkan. Iklan, bahwa apapun yang diungkapkannya akan
mempengaruhi pikiran, merasuki pikiran, dan sangat mungkin mengakibatkan
perubahan pada jiwa.
Sebagai contoh, Buktinya orang kaya acapkali tidak pede
(percaya diri) bila tidak mengendarai sedan mewah, tidak makan makanan yang harganya
super mahal, dan tidak mengenakan pakaian dari butik-butik eksklusif, tidak
menggunakan kosmetik bermerek dari manca negara. Anak-anak orang kaya juga
sering diejek bila tidak dibelikan handphone, tidak ikutan mengenakan tas dan
sepatu bermerek, tidak membawa mobil sendiri ke sekolah, atau tidak suka
menghambur-hamburkan uang di mal-mal dan kafe-kafe terkemuka. Sehingga orang
kaya akan merasa terhina jika naik angkot misalnya, jajan di pedagang asongan,
membeli baju di Pasar Tradisional ataupun melakukan hal-hal yang tidak ekslusif
lainnya.
Inilah
kemudian efek psikologis negatif yang akut dari serbuan iklan, yakni adanya
perubahan peta mental. Harga diri seseorang terkadang diukur dengan apa yang
dimilikinya dalam bentuk material. Sehingga jika sebelumnya pakaiannya mewah,
kemudian mengenakan pakaian kumal, ataupun kemudian kosmetik yang dikenakan
luntur maka turun pulalah harga dirinya. Terang saja ini adalah bentuk
dehumanisasi terang-terangan.
Mengidentifikasikan seseorang berdasarkan
benda-benda mati semacam itu, jelas-jelas melecehkan kemanusiaan. Sebab
kita tidak memerlukan kecerdasan ekstra
untuk menyadari bahwa kita, Anda dan saya, pertama-tama dan terutama adalah
manusia. Anda bukan mobil, bukan makanan, bukan pakaian, bukan kosmetik. Anda adalah
Anda. Dan anda adalah Manusia. Dan apabila sebagai manusia Anda kemudian
dilihat, diperlakukan, dihargai dan dihormati berdasarkan apa yang Anda pakai
atau miliki, maka apa namanya itu kalau bukan pelecehan?
Saya
pernah membaca suatu ungkapan, begini : ”Kalau siapa saya tergantung pada apa
yang saya punya, dan apa yang saya punya hilang, lalu, saya ini siapa ?
Mengerti
kan maksud saya? kita adalah makhluk
yang diserahi amanah untuk menjadi khalifah di muka bumi, telah dibekali
instrument-instrumen yang luar biasa untuk itu, karenanya tidak pantas dan
teramat menjijikkan jika manusia dipersamakan dengan benda mati walaupun itu
mobil mewah secinklon apapun bahkan
berlian sekarung sekalipun.
Ismail Amin, sementara menetap di Iran
“Dan kalau ada
dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan
antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil.
Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.” [Qs. Al-Hujurat: 9-10]
Islam adalah agama perdamaian,
agama yang mengajarkan dan menyerukan kasih sayang. Alternatif perang, hanya
diambil dalam Islam untuk menghadapi kezaliman. Siapapun pelaku kezaliman itu,
baik dari kalangan umat Islam sendiri, apalagi jika non muslim yang memusuhi
umat Islam. Prinsip Islam tegas, tidak ada paksaan dalam agama. Karenanya tidak
ada ruang dalam Islam, memilih alternatif perang sebagai media dakwah atau
wasilah penyebaran agama, terlebih lagi jika kepentingan untuk melancarkan
peperangan tidak ada kaitannya dengan nilai sakral agama, melainkan sekedar
ambisi politik atau motif ekonomi.
Merujuk dua ayat yang saya nukil
diatas, maka inilah kaidah yang semestinya digunakan otoritas Arab Saudi dalam
menyikapi perseteruan politik di Yaman. Bahwa langkah pertama yang harus
dilakukan, adalah mendamaikan dua kelompok yang bertikai. Mencari tahu akar
permasalahannya melalui dialog dan kerja-kerja diplomasi. Bukan dengan membabi
buta melakukan agresi ke Yaman, dengan dalih membantu Mansour al Hadi, Presiden
Yaman terkudeta mendapatkan lagi kedudukannya, sesuai permintaannya.
Sebagai negara demokrasi modern,
sudah sepantasnya rakyat Yaman menjadi pihak paling otoritatif untuk menentukan
masa depan negerinya sendiri. Apakah rakyat Yaman masih menghendaki Mansour al
Hadi tetap sebagai presidennya, atau menghendaki alternatif lain?. Berkaca pada
kasus Timor Timur, pemerintah Indonesia mengadakan referendum untuk mengetahui
suara rakyat Timor Timur, mengenai takdir apa yang mereka kehendaki
selanjutnya.
Demikian pula di Suriah. Pasca
konflik yang dipicu ketidak puasan pihak oposisi atas rezim Bashar Assad,
dengan gentle Bashar Assad mengadakan referendum, yang kemudian rakyat Suriah
secara meyakinkan masih menghendaki Suriah dibawah pemerintahannya, sehingga
klaim oposisi terbantahkan. Bahkan ketika masa jabatannya telah habis, dan waktunya
diadakan pemilu, Bashar Assad kembali menang telak dengan meraup suara 88,7 %
sementara kedua pesaingnya, masing-masingnya tidak lebih dari 5%. Dengan
dukungan rakyat, posisi Bashar Assad tetap tak tergoyahkan.
Hanya berselang beberapa pekan
pasca tersingkirnya Syah Pahlevi dari Iran oleh gerakan revolusi, dan untuk
membuktikan pada dunia, bahwa revolusi tersebut murni gerakan rakyat yang
menghendaki perubahan, Imam Khomeini mengadakan referendum nasional yang
diawasi pengamat internasional. Hasilnya, 98,2 rakyat Iran mendukung
dibentuknya negara dengan sistem pemerintah wilayatul faqih, dengan Imam
Khomeini sebagai pemimpin tertinggi. Begitu pula, pemilu yang diadakan di Irak
dan Mesir pasca kejatuhan rezim diktator Saddam Husein dan Husni Mubarak, untuk
menentukan penguasa baru.
Lantas mengapa cara ini tidak
diberlakukan sama di Yaman?. Ketika Mansour al Hadi tersingkir, semestinya Arab
Saudi sebagai negara paling berpengaruh di Timur Tengah mendorong penghentian
konflik dengan mengusulkan referendum, untuk membuktikan klaim tersingkirnya
Mansour al Hadi murni karena gerakan rakyat, bukan kepentingan satu kelompok
tertentu, tetapi mengatasnamakan suara rakyat. Tapi apa yang dilakukan Arab
Saudi? hanya mendengar dari pihak Mansour al Hadi, itu juga berupa permintaan
agar kekuasaannya direbut kembali, Raja Salman menginstruksikan perang atas
rakyat Yaman. Meskipun dengan dalih hanya menyerang markas Houthi, namun korban
dari rakyat sipil tidak bisa dihindari, bahkan termasuk dari kalangan perempuan
dan anak-anak, serta merusak fasilitas-fasilitas umum yang vital.
Jawaban yang paling mungkin, dari
keengganan Arab Saudi bahkan juga PBB mendorong diadakannya referendum di
Yaman, adalah kepastian bahwa suara rakyat mayoritas tidak lagi berpihak pada
Mansour al Hadi, yang memang dimata rakyat Yaman adalah boneka Arab Saudi dan perpanjangan
tangan kepentingan Barat. Agresi Arab Saudi dan koalisinya atas Yaman tidak
ubahnya invasi yang dilakukan Israel atas Gaza. Serangan 100 jet tempur Arab
Saudi yang memborbardir Yaman adalah upaya penjajahan atas negara yang
berdaulat. Upaya memaksakan kehendak untuk menentukan penguasa (agar bisa
dikontrol) atas rakyat yang punya suara dan kehendak sendiri, adalah
pembangkangan pada nilai-nilai HAM dan kemerdekaan suatu bangsa.
Peralihan Isu
Liciknya, untuk membenarkan
agresi dan upaya penjajahan tersebut, dialihkanlah isu, bahwa Houthi diperangi
karena mazhabnya, bahwa Houthi yang beraliran Syiah yang sesat dan bukan Islam mengancam
eksistensi Haramain (kota suci umat Islam) di Arab Saudi jika memegang tampuk kekuasaan
di Yaman.
Padahal Ali Abdullah Saleh, presiden Yaman sebelum Mansour al Hadi
yang berkuasa 20 tahun lebih di Yaman adalah juga penganut Syiah Zaidiyah,
aliran yang juga dianut suku Houthi, namun tidak pernah diusik karena memang
pro kebijakan Arab Saudi dan kepentingan Barat. Herannya lagi, dengan dalih isu
mazhab itu, segelintir orang yang mengklaim diri ulama Indonesia menyatakan
dukungan kepada Arab Saudi dan agresinya. Dukungan tersebut bukan saja melabrak
kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan UUD 1945 yang berprinsip
tegas mewujudkan perdamaian dunia dan menentang penjajahan, namun juga
mengabaikan seruan al-Qur’an untuk mendamaikan sesama muslim yang bertikai.
Memanfaatkan sentimen keagamaan
untuk mencapai tujuan memang efektif. Perang salib yang tujuan aslinya
perluasan kekuasaan dan kepentingan ekonomi di bungkus dengan motif suci,
penyebaran agama. Sehingga pembantaian dan pertumpahan darah, kemudian dinilai
sebagai langkah religius membela agama Tuhan. Sejumlah wilayah teritorial
Palestina direbut paksa Zionis dengan dalih menjalankan perintah Tuhan dalam
kitab Talmud. ISIS ngotot mendirikan Daulah Islam yang diklaimnya perintah
Al-Qur’an diperbatasan Suriah-Irak meskipun itu dengan cara-cara yang
keji.
Terakhir, Arab Saudi melancarkan
agresi militer ke negara yang berdaulat, dengan dalih mengantisipasi ancaman
Houthi yang diklaim memusuhi Arab Saudi, karena berbeda pandangan keagamaan dan
aliran. Sayangnya di Indonesia, tidak sedikit yang ikut terbakar isu.
Mengaitkan agresi Arab Saudi atas Yaman sebagai upaya membela agama dan umat
Islam. Kalau memang Arab Saudi membela kepentingan umat Islam, mengapa bukan
memimpin koalisi Arab untuk melancarkan agresi atas Israel, yang telah terbukti
melakukan pelecehan terhadap Al Quds kota suci umat Islam dan membawa bencana
yang tak terhitung bagi umat Islam?.
Islam mengajarkan pengikutnya
untuk menentang pemaksaan kehendak dan cara-cara brutal untuk mencapai tujuan.
Islam mendidik pengikutnya untuk menentang perang sebagai solusi. Kecuali untuk
menegakkan keadilan, menindaki yang zalim dan menghantam yang melanggar
perjanjian.
Ismail Amin, Mahasiswa
Universitas Internasional al Mustafa Qom Republik Islam Iran.